TEMPO.CO, Juba — Perserikatan Bangsa-bangsa menyatakan konflik politik yang mengarah pada perang saudara di Sudan Selatan memaksa sedikitnya 120 ribu warga mengungsi dari rumah mereka. Pernyataan ini keluar seiring dengan pertemuan para kepala negara di Afrika pada Jumat, 27 Desember 2013 di ibu kota Kenya, Nairobi, untuk membahas penyelesaian masalah negara termuda di dunia itu.
Jumlah penduduk yang terpaksa mengungsi meningkat tajam setelah konflik yang bermula di ibu kota, Juba, pada 15 Desember lalu, menyebar ke seluruh negara. Selain perebutan lahan minyak di Negara Bagian Unity dan Nil Atas, perseteruan meluas ke bentrokan antaretnis. PBB sebelumnya mengumumkan pihaknya membutuhkan dana US$ 166 juta untuk menyelamatkan warga Sudan Selatan.
Sementara dari Nairobi, para pemimpin regional Afrika yang tergabung dalam Inter-Governmental Authority on Developmnet (IGAD) berharap dapat menghasilkan rencana perundingan damai antara Presiden Sudan Selatan Salva Kiir dan rivalnya, bekas Wakil Presiden Riek Marchar. Hingga berita ini diturunkan, sedikitnya seribu orang tewas dalam bentrokan politik di Sudan Selatan.
“Kami sangat prihatin atas korban tewas dan krisis kemanusiaan di Sudan Selatan. Untuk itu, kami ingin pemerintah mengambil inisiatif untuk menghentikan permusuhan,” kata Presiden Kenya Uhuru Kenyatta.
Namun Kiir memutuskan tidak menghadiri pertemuan tersebut. Menurut pejabat Kementerian Luar Negeri Kenya, hal ini dilakukan karena Kiir sehari sebelumnya telah bertemu dengan Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam dan Presiden Kenyatta di Juba. “Apa yang harus dibicarakan telah dibahas,” demikian pernyatan Kemlu Kenya.
AP | REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI
Berita Terpopuler
Kuota BBM Bersubsidi di Jakarta Akan Dikurangi
Lima Provokator Warga Taman Burung Ditangkap
Tiga Kandidat Sekda DKI Disetorkan ke Mendagri
Ahok: Makam Bikin Serapan Anggaran Meleset
Persiapan Bandara Halim Diminta Tak Kejar Target