TEMPO.CO, Damaskus - Pasukan loyalis Presiden Bashar al-Assad menggunakan misil Scud dalam menghadapi pejuang pemberontak. Tuduhan tersebut disampaikan oleh salah seorang pejabat pemerintahan Amerika Serikat, seperti diwartakan Al Jazeera, Kamis, 13 Desember 2012.
Pejabat yang tak bersedia disebutkan namanya ini mengatakan kepada kantor berita AFP, Rabu, pasukan Suriah menggunakan bom pembakar dan misil Scud dalam perang yang telah berlangsung selama 21 bulan. "Scud mendarat di Suriah," katanya kepada AFP.
Kelompok hak asasi manusia, Human Right Watch, mengatakan, senjata yang mengandung bahan mudah terbakar sengaja dirancang untuk menimbulkan luka bakar yang parah, dan dijatuhkan oleh pasukan Suriah di kawasan permukiman.
Pendapat organisasi berbasis di New York ini berdasarkan hasil wawancara dengan saksi mata dan pengamat, selanjutnya diunggah secara online ke dunia maya oleh para aktivis oposisi.
Jay Carnet, juru bicara Gedung Putih, mengatakan, seandainya laporan tersebut benar, maka hal itu akan menjadi "tindakan putus asa dari sebuah rezim yang telah mengabaikan nyawa tak bersalah dan kehidupan warga negaranya sendiri".
Victoria Nuland, juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, mengatakan, "Kami sekarang ini sedang menyaksikan pengerahan rudal." Namun Nuland tidak memerinci jenis rudal yang digunakan oleh Suriah.
Nuland menambahkan, Suriah juga menggunakan senjata lainnya yang mengerikan. "Semacam bom barel, bom pembakar yang berisi bahan yang mudah terbakar," katanya kepada wartawan.
The Times, mengutip keterangan pejabat Amerika Serikat yang tak bersedia disebutkan namanya, mengatakan, rezim Assad telah menembakkan sekitar enam misil Scud dari kawasan di Damaskus untuk menumpas para pemberontak di Suriah utara dalam waktu beberapa hari ini.
Mark Perry, pengamat militer dan urusan luar negeri, berbicara kepada Al Jazeera dari Washington, bahwa laporan penggunaan misil Scud oleh militer Suriah adalah "kredibel", tetapi penggunaan rudal tak berawak merupakan sebuah bentuk keputusasaan pasukan Assad.
Seorang jurnalis AFP di kawasan utara Provinsi Idlib mengatakan, dia telah mendengar ledakan dahsyat selama tiga hari ini dari pangkalan militer Sheikh Suleiman, yang dikuasai oleh kelompok oposisi pada awal pekan ini.
AL JAZEERA | CHOIRUL