TEMPO.CO, Yangoon - Pemimpin oposisi Myanmar, Aung San Suu Kyi, dilantik menjadi anggota parlemen untuk pertama kalinya. Pelantikan ini menjadi langkah kunci dalam pergeseran negara itu menuju demokratis setelah selama puluhan tahun di bawah cengkeraman militer.
Suu Kyi, seorang aktivis prodemokrasi yang menghabiskan hampir 20 tahun hidupnya di dalam tahanan rumah, pergi ke parlemen di Ibu Kota Naypyidaw untuk mengambil kursi yang dia menangkan dalam pemilihan bulan lalu.
Dia dan 33 anggota yang baru terpilih lainnya dari partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), mengambil sumpah jabatan untuk majelis rendah parlemen. Awalnya mereka menolak untuk menerimanya karena disebutkan salah satu tugasnya adalah "melindungi konstitusi negara".
NLD menganggap konstitusi tidak demokratis dan harus diubah. Mereka juga meminta pihak berwenang Myanmar untuk menyesuaikan kata-kata sumpah untuk mengatakan bahwa anggota parlemen akan "mematuhi" konstitusi, bukan "melindungi"-nya.
Suu Kyi dan anggota lain NLD tertunda masuk parlemen atas isu ini. Namun pemerintah Presiden Thein Sein, bekas militer, menunjukkan tanda-tanda mengakomodasi permintaan itu.
Pada Senin, Suu Kyi dan NLD mundur dari permintaan untuk mengubah kata-kata itu dan mengakhiri kebuntuan.
Suu Kyi mengatakan dia akan mengambil sumpah "untuk negara dan untuk rakyat". Dia mengatakan keputusannya didorong oleh pemilih, anggota parlemen, dan perwakilan dari kelompok etnis Myanmar minoritas.
Penguasa otoriter Myanmar militer melonggarkan cengkeraman kekuasaan mereka setelah puluhan tahun melumpuhkan perbedaan pendapat dan membatasi kebebasan.
Dalam 12 bulan terakhir, pemerintah telah mengampuni ratusan tahanan politik, menjamin gencatan senjata dengan pemberontak Karen, dan setuju untuk bernegosiasi dengan kelompok-kelompok pemberontak etnis.
Keberhasilan Suu Kyi dan partainya memenangkan 43 kursi, 34 di antaranya di majelis rendah, disambut dunia sebagai tanda kemajuan menuju demokrasi.
TRIP B | CNN