TEMPO.CO , Tepi Barat - Pemerintah Sipil Israel di Tepi Barat telah meminta penduduk Palestina mencabut seribu pohon zaitun. Penyebabnya, menurut otoritas setempat, pepohonan itu ditanam di kawasan cagar alam Nahal Kana.
Penduduk di Deir Istiya mengatakan mereka akan berjuang di pengadilan untuk mempertahankan mata pencahariannya dari pohon zaitun. Mereka berdalih daerah penanaman zaitun merupakan tanah milik pribadi meski berada di kawasan cagar alam Nahal Kana.
"Pemerintah sipil mengatakan kami harus mempertahankan status quo, tapi kami tidak menerimanya," ujar Wali Kota Deir Istiya, Nazmi Salman.
Menurut dia, pemilik tanah berhak mengelola dan mengambil keuntungan dari hak milik mereka. "Dalam pandangan kami, sikap pemerintah sipil adalah upaya memperkuat kendali Israel di kawasan kami. Ada standar ganda di sini," ujar Salman kesal.
Sebab, ia melanjutkan, di satu sisi Israel terus mengembangkan permukiman, bahkan membangun jalan melalui kawasan cagar alam yang menembus permukiman. Tapi mereka tidak mengizinkan penduduk Palestina mengerjakan lahan miliknya. Padahal, pohon-pohon yang harus dicabut itu berusia dua hingga lima tahun.
Nahal Kana adalah salah satu kawasan cagar alam terpenting di utara Tepi Barat. Daerah ini memiliki banyak mata air dan aneka flora dan fauna. Tapi, statusnya terbelah antara petani Palestina yang punya hak milik sebelum kawasan ditetapkan sebagai cagar alam dan pemerintahan sipil Israel.
Ini larangan kedua yang diterapkan Israel terhadap penduduk Deir Istiya. Sekitar enam bulan lalu pemerintahan sipil mencabut ratusan pohon yang ditanam di kawasan cagar alam.
Pejabat dari Administrasi Sipil dan Otoritas Taman Nasinal Israel mengatakan dalam beberapa tahun terakhir warga Palestina berusaha memperluas daerah budi daya zaitun mereka. Warga Palestina dinilai telah menggali kanal agar bisa mengalirkan air ke perkebunan zaitun. Menurut pemerintah sipil, penggalian itu merusak ekosistem cagar alam.
HAARETZ | DIANING SARI