TEMPO.CO , Jakarta: Anggota parlemen dari Partai Kemerdekaan dan Keadilan Mesir, Eng Mahmoud Mohamad Aly Amer, menjelaskan, presiden baru hasil pemilihan 23-24 Mei mendatang memiliki kewenangan menjalankan pemerintahan meski tanpa dipayungi konstitusi. “Presiden yang baru terpilih nanti yang akan menjalankan pemerintahan,” kata Mahmoud kepada Tempo di Serpong, Jawa Barat, kemarin.
Hingga sekitar sebulan menjelang pemilihan presiden, Mesir masih belum kunjung menyelesaikan pembahasan konstitusi barunya. Mahmoud memperkirakan proses pembahasan konstitusi akan semakin lama setelah keluarnya putusan Mahkamah Pengadilan Administrasi Mesir tiga hari lalu, yang menangguhkan kerja majelis panel konstitusi.
Hakim mengabulkan keberatan yang datang dari sejumlah anggota majelis panel yang menilai komposisi panel yang beranggotakan 100 orang tidak mencerminkan keanekaragaman Mesir. Namun Mahmoud membantahnya. “Seratus persen anggota majelis mewakili seluruh pihak di Mesir.”
Ia balik mempertanyakan niat pihak yang keberatan oleh komposisi panel karena mereka justru sejak awal menyetujui komposisi itu. Kemudian di tengah jalan mereka melakukan negosiasi dengan kelompok lain yang berujung pada pengajuan protes.
Menurut Mahmoud, komposisi majelis panel meliputi 30 persen anggota Partai Kemerdekaan dan Keadilan, 15 persen dari Islam Salafih, dan selebihnya mewakili kelompok profesional, seperti guru, hakim, pengacara, serta dokter. Singkatnya, komposisi majelis panel konstitusi terbagi dalam dua bagian: 50 orang dari parlemen dan 50 orang dari luar parlemen.
Annisa E. Hassouna, Sekretaris Jenderal Dewan Mesir untuk Bidang Luar Negeri, mengatakan, presiden baru nanti akan menjabat sementara waktu saja hingga draf konstitusi selesai dibahas. “Lalu, kami akan melakukan pemilihan kembali,” kata Annisa.
Namun, hal yang penting, ujarnya, adalah begitu banyak kontroversi dalam pembahasan konstitusi. Beberapa orang di parlemen mendorong perombakan majelis panel konstitusi. “Saya pikir setiap orang tidak tahu apa yang sungguh-sungguh ingin dilakukan mengenai itu.”
Dari Mesir, Pengadilan Administrasi Kairo kemarin memberi lampu hijau bagi kandidat presiden dari Salafi Mesir, Hazem Abu Ismail, 50 tahun, untuk ikut dalam pemilihan presiden.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Mesir melaporkan Hazem melanggar peraturan pemilihan tentang larangan ibu kandung kandidat memiliki dwi-kewarganegaraan. Namun, menurut pengadilan, Kementerian Luar Negeri tidak dapat memberikan bukti kuat atas laporannya itu.
MARIA RITA | GITA | AHRAM ONLINE