TEMPO.CO, Den Haag - Pemimpin pemberontak Kongo, Thomas Lubanga, diseret ke Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) atas tuduhan merekrut dan menggunakan anak-anak sebagai serdadu dalam perang di Kongo 1998-2003.
Pria berusia 51 tahun itu, Rabu, 14 Maret 2012, menjadi tersangka pertama yang dimejahijaukan di pengadilan internasional di Belanda sejak lembaga tersebut berdiri satu dekade lalu.
Baca Juga:
"Kami mencapai kata sepakat atas tuntutan yang menyebutkan bahwa Thomas Lubanga bersalah atas kejahatannya. Ia terbukti menerapkan wajib militer dan mendaftarkan anak-anak di bawah 15 tahun turut berperang," ujar Adrian Fulford, hakim yang memimpin persidangan.
Wartawan Al Jazeera, Tim Friend, melaporkan dari Den Haag, "Dia bakal mendapatkan ganjaran hukuman seumur hidup."
Lubanga adalah seorang pemimpin sayap militer UPC untuk Pasukan Patriotik Pembebasan Kongo (FPLC). Di persidangan, dia menolak segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Dia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pemimpin politik.
Sebaliknya jaksa penuntut umum di persidangan berkeyakinan bahwa Lubanga memiliki peran besar dalam perang tersebut. Menurut dia, Lubanga memberikan arahan dan petunjuk untuk menguasai Ituri, kawasan yang memiliki tambang terbesar di dunia. "Lubanga juga mengambil anak-anak muda berusia 11 tahun dari rumah, sekolah, dan lapangan sepak bola (untuk dijadikan serdadu)," tuduh jaksa.
Carla Ferstman, Direktur Redress, sebuah lembaga hak asasi manusia bermarkas di London, mengatakan keputusan ini sangat penting sebagai salah satu upaya menghambat penggunaan anak-anak menjadi tentara. "Kami berharap ini akan memberikan efek jera di Kongo, seluruh Afrika, Asia, dan di negara mana pun," kata Ferstman.
Dalam laporan jaksa disebutkan anak-anak itu dilatih menjadi serdadu militer di kamp-kamp latihan. Di sana mereka dipukuli dan dibius, sedangkan bagi anak-anak gadis dijadikan budak seks.
AL JAZEERA | CHOIRUL