TEMPO.CO - Perdana Menteri Peter O’Neill, tandingan Perdana Menteri Sir Michael Somare, sebelumnya adalah Menteri Tenaga Kerja dan Mantan Menteri Keuangan. Parlemen mengangkatnya menjadi Perdana Menteri Papua Nugini pada awal Agustus 2011 setelah mengalahkan Somare dalam pemungutan suara di parlemen.
Penyebab kekalahan Somare dalam pemungutan suara di parlemen adalah pengkhianatan partai politik koalisinya, Partai Aliansi Nasional. Dari 70 suara pendukung Somare, hanya tersisa 24 suara. O’Neill menyabet 79 dari total 109 suara di parlemen. Partai Aliansi menganggap Somare tak membagi “rezeki” politik.
Pemungutan suara dilakukan karena adanya kekosongan kepemimpinan selama empat bulan akibat Somare dirawat karena sakit jantung. Koalisi partai penguasa retak. Parlemen pun amburadul. Sebab, menurut Konstitusi Papua Nugini, apabila pemimpin pemerintahan sakit dalam waktu lama, pemimpin oposisi berhak naik sebagai pengganti. Itu sebabnya parlemen mengangkat O’Neill sebagai perdana menteri baru.
Hingga Jumat pekan lalu, dualisme pemerintahan ini belum berujung solusi. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon mengingatkan kedua belah pihak agar segera menyelesaikan krisis politik secara damai. “Jika eskalasi konflik terus meningkat, Papua Nugini bisa menjadi negara gagal.”
Tapi, siapakah pendukung Peter O'Neill?