TEMPO Interaktif, Tripoli - Sejumlah dokumen yang terserak di kompleks tempat tinggal pemimpin Libya, Kolonel Muammar Qadhafi, di Bab al-Aziziya menunjukkan bahwa dinas-dinas intelijen Barat telah lama menjalin kerja sama dengan intelijen Libya dalam memburu orang-orang yang menentang Qadhafi.
Hal ini diungkapkan oleh lembaga penggiat hak asasi, Human Right Watch (HRW), kemarin. Termasuk faksimile antara bos spionase Libya, Moussa Koussa, dan sejumlah petinggi di Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA) serta Dinas Intelijen Luar Negeri Inggris (MI6). "Dibuka dengan kata-kata 'Dear Moussa' dan diteken atas nama CIA," ujar Peter Bouckaert dari HRW.
Dalam dokumen yang dibuat pada 2004 tersebut, CIA digambarkan sedang bersiap membekuk Abdel Hakim Belhadj, salah seorang komandan militer yang dianggap hendak memberontak. Belhadj, yang kabur ke salah satu negara di Asia, akhirnya diringkus CIA dan dikirim kembali ke Tripoli dengan menggunakan pesawat rahasia--seperti penangkapan Nazaruddin.
"Abdel Hakim Belhadj diperiksa dan disiksa oleh Dinas Intelijen Libya," tutur Bouckaert, yang merupakan salah satu periset dokumen tersebut di HRW. Singkat kata, dokumen-dokumen itu menunjukkan betapa erat kerja sama antara agen-agen intelijen Barat dan pemerintah Qadhafi, terutama dalam penyerahan para tersangka terorisme.
Dokumen-dokumen lain memperlihatkan adanya korespondensi antara Dinas Intelijen Libya dan MI6 serta CIA pada 2002. Dokumen-dokumen itu meliputi kegiatan intelijen bersama, pengiriman usul, dan jadwal waktu, serta daftar pertanyaan pemeriksaan tersangka terorisme. Ada pula pidato yang ditulis oleh CIA untuk Qadhafi.
"Ini karena Qadhafi menyeru adanya zona bebas senjata penghancur massal di Timur Tengah," Bouckaert menambahkan. Dokumen lain adalah sebuah nota dari Stephen Kappes, tokoh nomor dua di CIA waktu itu, kepada Koussa. Isinya meminta agar CIA bisa tetap berada di Libya pada 2004. Nota itu mulai dari yang resmi hingga tak resmi.
Juru bicara CIA, Jennifer Youngbold, mengatakan pihaknya tak terkejut oleh berita ini. "Kami bekerja sama dengan pemerintah lain di dunia untuk melindungi negeri kami dari terorisme," ujarnya tanpa menanggapi tuduhan atau isi dokumen tersebut. Adapun pejabat intelijen Inggris mengatakan, "Pemerintah tak menanggapi isu-isu intelijen."
AP | ALJAZEERA | REUTERS | ANDREE PRIYANTO