TEMPO Interaktif, Tripoli - Tanda-tanda perlawanan di Ibu Kota Tripoli, Libya, sudah terasa sejak Sabtu, 20 Agustus 2011 malam, waktu setempat. Lewat pengeras suara di seluruh masjid sambil meneriakkan "Allahu Akbar", rakyat diminta melawan pasukan Muammar Qadhafi.
Hasilnya, pertempuran kota berlangsung antara para pendukung pemberontak yang selama ini menunggu kesempatan emas itu. Mereka telah dibekali senjata dalam enam bulan terakhir.
Bantuan datang dari kota-kota di sekitar Tripoli yang sudah dikuasai pemberontak. Jet-jet tempur Inggris juga ikut mengebom basis-basis pendukung Qadhafi. “Ada koordinasi antarpemerontak yang masuk ke Tripoli dari timur, barat, dan selatan,” kata Abdul Hafiz Ghoga, pejabat senior di Dewan Transisi Nasional, pemerintahan sementara kubu pemberontak.
Menteri Luar Negeri Inggris Allstair Burt pun mengakui soal adanya sel-sel tidur anti-Qadhafi. “Tentu saja terdapat pasukan di Tripoli yang menunggu saat tepat untuk melawan rezim yang berkuasa,” ujarnya.
Hasilnya, Tripoli jatuh ke tangan pemberontak semalam. Tiga putra Qadhafi–Syaiful Islam, Saadi, dan Muhammad–juga telah ditahan. Kejatuhan Tripoli dirayakan di seantero Libya.
Namun hingga kini nasib Qadhafi yang telah 42 tahun berkuasa belum diketahui.
DAILY MAIL| FAISAL ASSEGAF