TEMPO Interaktif, Santiago - Polisi di Santiago, Ibu Kota Cile, terpaksa menggunakan gas air mata dan water cannon untuk membubarkan demonstrasi mahasiswa yang berbuntut kerusuhan.
Selain menembakkan gas air mata dan semprotan air, pasukan antihuru-hara juga menggunakan kuda guna mengatasi demonstrasi yang terdiri dari siswa sekolah dan mahasiwa di jalan-jalan Ibu Kota Cile.
Dalam insiden itu polisi menahan 235 mahasiswa. Sedangkan di pihak kepolisian sedikitnya dua orang polisi mengalami cedera sejak pecah unjuk rasa, Kamis, 4 Agustus 2011.
Menteri Dalam Negeri Cile Rodrigo Hinzpeter dan otoritas Cile menganggap unjuk rasa yang berbuntut kerusuhan itu merupakan aksi ilegal.
Kendati demikian, unjuk rasa tetap berlangsung keras. Bahkan para pengunjuk rasa tak segan melempari aparat keamanan dengan batu. Mahasiswa menuntut agar pemerintah melakukan perubahan besar-besaran terutama pada sistem pendidikan. Mereka meminta biaya pendidikan bisa ditekan semurah mungkin.
"Setiap hal ada batasnya," kata Presiden Sebastian Pinera memperingatkan aksi anarkistis mahasiswa. "Unjuk rasa harus segera diakhiri," ujar Hinzpeter.
"Ini langkah mundur, seperti kejadian 30 tahun lalu," ucap Camila Vallejos mengacu pada pemerintahan diktator militer 1973-1990. Di masa itu, jelasnya, publik tak punya hak menyampaikan pendapat.
AL JAZEERA | CA