TEMPO Interaktif, Misrata - Keretakan membayangi Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dalam operasi serangan udara melawan pemimpin Libya, Muammar Qadhafi, seiring dengan penolakan Prancis dan Inggris terhadap Italia kemarin, yang ingin menyetop aksi militer.
Operasi NATO di Libya kian rumit. Mereka pertama kalinya mengaku bahwa akhir pekan lalu telah menyebabkan korban-korban sipil. Hal itu berisiko menyakiti dukungan untuk misi yang mengamankan mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa walaupun ada keraguan mendalam dari Negara Arab, Eropa, dan lainnya.
Tak aneh Qadhafi menjuluki NATO sebagai "pembunuh" dalam pidato suara yang disiarkan pada Rabu tengah malam lalu. Dan sejumlah kematian telah mendorong beberapa anggota NATO mempertanyakan taktik mereka.
Di Roma, Italia, di depan parlemen, Rabu lalu, Menteri Luar Negeri Franco Frattini berkata, "Kebutuhan untuk gencatan senjata telah mendesak." Hal itu demi bantuan kemanusiaan. "Sebagai gencatan senjata, yang penting untuk memungkinkan akses bantuan kemanusiaan segera."
Frattini juga prihatin terhadap korban sipil, mengacu pada "kesalahan dramatis" dalam pengeboman Barat. Pernyataan itu dilontarkan tiga hari setelah sekutu Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi, pemimpin Liga Utara, Umberto Bossi, menyerukan diakhirinya partisipasi Italia di Libya.
Prancis dan Inggris langsung menolak. "Kita harus mengintensifkan tekanan terhadap Qadhafi. Setiap jeda dalam operasi akan memungkinkan dia mendapat waktu dan berbenah," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Bernard Valero.
Di London, Perdana Menteri David Cameron berkeras menyatakan aliansi NATO sudah "kuat" dan akan menyelesaikan tugasnya di Libya. "Terjadi penguatan revolusi di barat Libya. Makin banyak pembelotan warga dari rezim Qadhafi," ujar Cameron di depan House of Commons.
Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen, di harian Le Figaro kemarin, saat ditanya soal seruan gencatan senjata Italia, berkata, "Tidak, sebaliknya, kami lanjutkan sampai akhir. Kami akan mengambil waktu yang dibutuhkan sampai tujuan militer tercapai: akhir dari semua serangan terhadap warga sipil Libya, kembalinya angkatan bersenjata ke barak, dan kebebasan gerakan untuk bantuan kemanusiaan." Dia juga menyebutkan kesuksesan yang dituai aliansi. "NATO sudah menghancurkan 2.400 target militer," ujarnya.
REUTERS I FOX NEWS I DA