TEMPO Interaktif, Tripoli - Barat rupanya sudah benar-benar murka kepada Kolonel Muammar Qadhafi. Jet-jet tempur Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) kemarin telah melancarkan lebih dari 50 gempuran udara saban setengah jam ke ibu kota Tripoli. Serangan siang dan malam itu membuat Tripoli babak belur. Gedung-gedung luluh lantak. Asap hitam membubung tinggi ke angkasa.
"Sejak 31 Maret lalu sudah lebih dari 10 ribu serangan udara kami lancarkan," ujar Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague. Kemarin saja, tercatat lebih dari 60 misil menghantam Tripoli. Serangan ini menewaskan 31 jiwa, dari warga tentara hingga rakyat sipil. "Kami terus meningkatkan tempo serangan."
Namun, Pemimpin Libya itu tak ciut nyali. "Kami cuma punya satu pilihan. Bertahan!" ujar Sang Kolonel, yang baru saja berulang tahun ke-69. "Menang atau mati itu bukan persoalan." Dalam pidatonya di televisi nasional, Kolonel Qadhafi tak lupa mewanti-wanti bahwa ia tidak akan tunduk dan menyerah. "Kami lebih kuat dari misil-misil Anda. Jet-jet tempur Anda."
Juru bicara Pemerintah Libya, Moussa Ibrahim, menuding NATO telah hilang akal. Ia mengatakan tak satu pun utusan dari negara-negara anggota NATO, seperti Inggris, Prancis, atau Amerika Serikat, yang datang mengajak berunding pemerintah sejak krisis mulai pecah. "Tak satu pun dari negara-negara yang membombardir kami itu datang," katanya.
Padahal, menurut Moussa, pemerintahnya senantiasa terbuka untuk berunding, berdamai, dan menggelar pemilihan umum. "Ini, kan, aneh!" ujarnya. Libya pun telah mengutus Menteri Luar Negeri Libya, Abdul Ati Al-Obeidi, ke Cina beberapa hari setelah Beijing menemui kelompok pemberontak, Dewan Transisi Nasional. Obeidi diminta melobi Cina.
"Kami akan memusatkan pembicaraan pada upaya mencari solusi damai," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hong Lei. Adapun International Crisis Group (ICG), organisasi nonprofit yang mengedepankan perdamaian, menyayangkan aksi kelompok pemberontak dan NATO yang tak bersedia menggelar gencatan senjata selekas mungkin.
"Sepertinya mereka ini tak tertarik untuk menyelesaikan konflik lewat jalur perundingan," kata Ketua ICG, Louise Arbour. "Meminta Kolonel Qadhafi mundur dan mendakwanya dengan tuduhan melakukan kejahatan perang sama saja membiarkan konflik ini kian berkepanjangan." Sebab, kata Arbour, dua tuntutan itu membuat Qadhafi merasa terpojok.
| WASHINGTONPOST | DAILYMAIL | REUTERS | ANDREE PRIYANTO