TEMPO Interaktif, Bangkok -Mayor Jenderal Khattiya Sawatdiphol, tentara desertir yang membela kelompok Kaus Merah, kini masih dalam kondisi koma setelah kepalanya ditembak, Kamis (13/5). Jenderal yang dicap teroris oleh pemerintah Thailand ini dilarikan ke Rumah Sakit Narenthorn Emergency Medical Service. Tembakan misterius itu mencederai empat orang lain.
Khattiya alias Seh Daeng (Panglima Merah) ini dituduh pemerintah Thailand terlibat dalam selusinan aksi serangan granat mesterius yang melukai lebih dari seratus orang selama aksi-aksi anti-pemerintah yang diprakarsai kelompok Kaus Merah digelar. Sejumlah wartawan setempat dan luar negeri mengatakan Khattiya ditembak saat sedang mereka wawancarai.
Khattiya membelot sejak dua tahun lalu. Dia memang kerap muncul kala gelap datang di Kota Bangkok dengan mengenakan seragam militer minus senjata.
Khattiya mengaku masih bisa tinggal di Bangkok. “Tapi saya tak mungkin mengatakan tempat persembunyian saya karena saya akan ditangkap,” ujar sang jenderal, yang dikelilingi massa Kaus Merah.
Kepada Tempo yang mewawancarainya dua pekan sebelum ditembak Seh Daeng bicara soal pasukan berseragam hitam yang menembak tentara di Monumen Demokrasi. Dia menilai mereka adalah penolong kelompok Kaus Merah.
Mengapa Anda mendukung Thaksin?
Saya suka dia karena kebijakan-kebijakannya yang prorakyat.
Kapan Anda mulai mendukungnya?
Setelah dia dikudeta, banyak warga pedesaan yang bercerita kepada saya tentang kebijakan Thaksin. Mereka didukung dengan program kreditnya. Saat itu saya sadar ada yang berbeda di masa kekuasaannya.
Anda menilai pemerintah sekarang lebih buruk?
Pemerintah sekarang berstandar ganda. Ketika Kaus Kuning membuat kekacauan pada 2006 dan 2008, tak ditindak. Tapi, ketika Kaus Merah ingin mengembalikan lagi hak-haknya, malah dikejar-kejar. Apalagi pemerintah sekarang berkuasa karena mencurangi pemerintah sebelumnya.
Ada anak buah Anda di militer yang bergabung dengan Anda?
Tak ada. Cuma saya yang keluar dari dinas militer untuk mendukung gerakan ini.
Bukankah kelompok berpakaian dan bertopeng hitam dalam bentrokan berdarah di Monumen Demokrasi adalah anak buah Anda?
Bukan. Saya cuma sendiri. Mereka pasukan tak dikenal yang sudah berkali-kali menyelamatkan Kaus Merah dari kepungan tentara. Mereka orang baik yang tak mau dikenali. Saya pikir tak penting saya tahu siapa mereka. Yang penting, masih ada orang seperti mereka (tersenyum).
Anda di mana saat terjadi bentrokan berdarah itu?
Saya tak di sana, ada di suatu tempat (tersenyum), tapi saya dengar cerita itu setelahnya.
Kenapa Anda tak bersama kelompok Kaus Merah di sana, yang saat itu sedang berjuang?
Saya punya urusan lain saat itu, dan saya tak mengira akan terjadi kejadian separah itu.
Bagaimana orang bisa yakin bahwa kelompok bertopeng hitam itu bukan pasukan Anda?
Saya tak melatih siapa pun di kelompok ini. Bisa Anda tanyakan kepada mereka (sambil menunjuk orang berkaus merah yang mengelilinginya), siapa yang pernah saya latih. Yang jelas, pasukan tak dikenal itu sudah menyelamatkan kami empat kali, termasuk saat bentrok dengan Kaus Kuning di kantor perdana menteri pada 2008 dan ketika pendudukan Bandara Suvarnabhumi.
Berapa jumlah tentara tak dikenal itu?
Sekitar sepuluh orang. Saya tak tahu di mana mereka. Saya tahu, Anda pikir saya melatih mereka. Tapi saya tak tahu siapa mereka. Mereka dilatih di tempat asal mereka masing-masing. Dari timur umumnya. Saya tak melatih mereka.
Anda punya kemampuan militer. Mengapa tak melatih mereka?
Saya tak punya perlengkapan. Aksi yang dilakukan di sini tak bersenjata, dan untuk demokrasi, bukan kekerasan.
Anda kabarnya punya bisnis dengan Thaksin dan sering bertemu dengan dia di Dubai?
Saya di sini bukan untuk Thaksin! (nada suaranya meninggi). Saya mendukung demokrasi.
Yophiandi (Bangkok)