Sikap warga Singapura ini berbeda dengan wisatawan asing dari negara lain di Thailand yang merasa terguncang dengan terjadinya bentrok fisik antara pengunjuk rasa dengan pasukan tentara Thailand yang menewaskan sedikitnya 21 orang dan melukai lebih 800 orang.
Demonstrasi yang disertai kekerasan bagi warga Singapura, Ng Jiak Hong, 53 tahun, bukan hal yang baru selama dirinya menetap di Bangkok lebih dari 15 tahun. Bos perusahaan telekomunikasi NexGen Mobile ini mengaku telah menyaksikan beberapa tonggak sejarah politik Thailand, termasuk peristiwa Mei 1992 dan kudeta tanpa pertumpahan darah pada 2006 di negara itu.
"Bukannya saya tidak peduli, tapi saya rasa itu tidak benar-benar di luar kendali. Saya pikir perlu dihindari aksi protes itu. Jika tetap dilakukan akan berakhir pada beberapa bentuk kekerasan sebelum dapat dihentikan," ujarnya.
"Di permukaan, tampak sedikit tidak stabil, seperti segala sesuatu akan meledak, tetapi tidak akan terjadi karena pada dasarnya sangat stabil," lanajut dia.
Seorang ibu rumah tangga asal Singapura, Siamwalla Maria, yang tinggal di Bangkok selama dua tahun, juga mengaku tidak khawatir atas situasi yang terjadi belakangan ini di Bangkok.
"Terus terang banyak ekspatriat seperti saya, kami sebenarnya cukup bosan dengan situasi seperti sekarang ini, tapi tak masalah sejauh tidak mempengaruhi kehidupan kita dan anak-anak kita," katanya.
Namun bagi banyak turis asing yang menyaksikan langsung bentrokan berdarah mengatakan takut akan keselamatannya di negara itu. "Orang-orang berlari dan berteriak disertai tembak-tembakan," kata seorang warga Inggris Sarah Colvin, 19 tahun. "(Situasi) ini sangat mengguncang kami. Banyak orang asing telah berbicara soal akan keluar dari sini."
Warga asing lainnya dari Selandia Baru, Kupka Flavia, 32 tahun, yang baru pertama ke Bangkok mengaku tidak mau kembali lagi ke Bangkok.
TODAYONLINE l CNA l BASUKI RAHMAT