Jumlah korban tewas tersebut disampaikan Erawan Medical Center pada Ahad (11/4). Jumlah tersebut bertambah pada Sabtu malam, meski bentrokan sudah berakhir setelah pasukan keamanan mundur dan meminta pengunjuk rasa juga mundur.
Kota Bangkok yang berpenduduk sekitar 15 juta orang pada Ahad pagi mulai terlihat normal. Surat kabar Nation menulis dalam berita utamanya bentrokan pada Sabtu sebagai 'jam-jam tergelap'. “Pertumpahan darah kemarin adalah peringatan untuk menghentikan kondisi yang sudah menuju anarki,” komentar Nation dalam halaman depannya.
Tentara Thailand melepaskan tembakan dengan peluru karet dan gas air mata ke arah ribuan pengunjuk rasa yang melawan dengan senjata, granat, dan bom molotov dekat jembatan Phan Fah dan Jalan Rajdumnoen di Bangkok. Sebanyak empat tentara tewas dalam bentrokan tersebut.
Ratusan demonstran juga memasuki kantor-kantor pemerintahan di dua kota sebelah utara Bangkok. Hal tersebut memicu kekhawatiran meluasnya kerusuhan anti-Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva.
Amerika Serikat mendesak kedua pihak yang bertikai untuk menahan diri. “Kami mengecam kerusuhan politik di Thailand, teman dan sekutu lama kami. Kami juga mendesak perundingan untuk menyelesaikan masalah dengan cara damai,” ujar Juru Bicara Gedung Putih Mike Hammer.
Pemerintah Thailand mengatakan telah menunjuk seorang ajudan menteri senior untuk menghubungi para pemimpin pengunjuk rasa untuk mencari jalan menghentikan konflik.
REUTERS| KODRAT SETIAWAN