TEMPO Interaktif, Jakarta - Tentara Israel menewaskan enam warga Palestina selama akhir pekan. Aksi itu menandai periode kekerasan terburuk sejak akhir perang Gaza dan merupakan pukulan baru terhadap hubungan antara pemerintah Israel dan Otoritas Palestina yang sudah tegang.
Tiga pria tewas ketika mereka mencoba memasuki Israel dari Jalur Gaza. Seorang lagi adalah militan yang berbasis di Tepi Barat yang diduga membunuh seorang pemukim Israel dalam serangan penembakan Kamis lalu.
Tentara Israel membunuh mereka dalam upaya penangkapan di kota Nablus hari Sabtu. Insiden itu memicu kecaman keras dari para pejabat Palestina dan kelompok hak asasi manusia.
Di pihak Israel, meningkatnya kekerasan menimbulkan keprihatinan yang berbeda. Pejabat dan analis menghubungkan serangan Palestina pada hari Kamis dengan pertukaran tahanan saat ini yang sedang dibahas antara Israel dan kelompok Hamas.
Kesepakatan itu akan membebaskan ratusan tahanan Palestina sebagai imbalan atas kembalinya Gilad Shalit, tentara Israel yang ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza sejak tahun 2006.
Berbicara dalam rapat kabinet mingguan kemarin, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menyatakan kekhawatiran bahwa salah satu militan yang tewas pada hari Sabtu telah dibebaskan dari penjara Israel tahun ini.
"Kami ingin melihat tawanan kita bebas dan saya melakukan segala sesuatu yang saya bisa untuk membawa pulang Gilad Shalit. Tapi secara paralel kita harus mengurangi seminimal mungkin bahaya yang mengancam warga sipil kami," katanya kepada kolega kabinet, menurut seorang pejabat yang hadir dalam pertemuan itu.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia dan media, tiga orang di Nablus itu ditembak walaupun mereka tidak melakukan ancaman yang mematikan terhadap tentara Israel.
Pusat Hak Asasi Manusia Palestina mengatakan bahwa salah satu militan, Raed al-Sarkaji, diperintahkan untuk meninggalkan rumahnya, tapi "begitu ia membuka pintu, pasukan Israel melepaskan tembakan ke arahnya. Dia terkena tembakan di kening dan tersungkur.
Segera setelah itu, pasukan pendudukan Israel menembak ke arahnya dari jarak yang sangat dekat. Dia tewas oleh enam tembakan ke kepala, dada, lengan kiri, panggul dan kaki kiri. "Pusat HAM menggambarkan pembunuhan itu sebagai "eksekusi ekstra-yudisial".
Kecaman juga datang dari Salam Fayyad, perdana menteri Palestina, yang meminta masyarakat internasional untuk memberikan tekanan pada Israel agar menghentikan penyerangan ke kota-kota Palestina dan "mengakhiri tindakan agresi".
Seorang juru bicara Angkatan Pertahanan Israel menolak mengungkapkan rincian dari penembakan di Nablus, tapi menekankan bahwa "Tujuannya adalah untuk menangkap mereka [kaum militan]". IDF mengatakan bahwa senjata yang ditemukan di dalam rumah salah seorang militan adalah satu-satunya yang digunakan dalam serangan fatal pada hari Kamis.
FT | EZ