TEMPO.CO, Jakarta - Dengan hanya lima hari sebelum pemilih AS pergi ke tempat pemungutan suara untuk memilih presiden baru, warga Palestina tidak melihat adanya perbedaan antara calon presiden dari Partai Republik, Kamala Harris dan Donald Trump, Anadolu Agency melaporkan.
Warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki mengatakan bahwa hasil pemilihan umum pada 5 November tidak akan mengubah dukungan politik dan militer tanpa batas dari Washington untuk Israel di tengah perang brutalnya di Jalur Gaza.
Lebih dari 43.100 orang telah terbunuh, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 101.500 lainnya terluka dalam perang Israel yang menghancurkan di Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
“Kami tidak mengharapkan apa-apa dari pemerintahan AS yang akan datang atau kandidat yang akan memenangkan pemilu,” kata Mahmoud Nawajaa, koordinator Komite Nasional Palestina untuk Boikot Israel (BDS), kepada Anadolu pada Rabu, 30 Oktober 2024.
“Genosida yang dilakukan terhadap rakyat kami di Gaza, dan semua kejahatan lain yang terjadi di Palestina dan Lebanon tidak akan terjadi tanpa dukungan AS,” tambahnya.
Nawajaa menyebut Israel sebagai “ujung tombak proyek imperialisme” di wilayah tersebut.
“Pemilu AS tidak akan mengubah apa pun,” katanya.
"Pemerintah AS terlibat dan menjadi mitra dalam kejahatan genosida dan segala sesuatu yang terjadi di Lebanon serta semua pemboman dan penghancuran di Irak dan Yaman. Pemilihan umum tidak akan membuat perbedaan; satu-satunya perbedaan terletak pada kemampuan rakyat Palestina dan negara-negara Arab untuk menekan rezim-rezim penjajah untuk mengubah posisi mereka dan bekerja menuju keruntuhan sistem penjajahan," kata Nawajaa.
"Dua sisi mata uang yang sama"
Jamal Juma, koordinator "Kampanye Tembok Anti-Apartheid (Hentikan Tembok)" akar rumput Palestina, memiliki pandangan yang sama. "Kami tidak menaruh kepercayaan apa pun pada pemilu AS," katanya kepada Anadolu.
"Kami tidak menaruh kepercayaan apa pun pada pemilu AS," katanya kepada Anadolu. "Selama bertahun-tahun, kedua partai di Amerika telah terbukti menjadi dua sisi dari satu mata uang yang sama.
"Sudah jelas bahwa Zionis mengendalikan keputusan AS karena dominasi mereka atas pusat-pusat keuangan dan media," kata Juma.
Dia menyebut pengakuan Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel ketika dia masih berada di Gedung Putih pada 2017.
"Presiden Joe Biden saat ini telah melakukan hal yang lebih buruk lagi dengan membenarkan dan terus membenarkan genosida," kata Juma.
"Masalah utama kami adalah dengan AS dan pendekatannya yang rasis, superior, dan tidak manusiawi terhadap perjuangan Palestina," tambahnya.