Sejarah Agama
Dari laman International Center for Law and Religion Studies, disebutkan agama yang dominan di Papua Nugini adalah Kristen, meskipun ritual tradisional animisme dan pemujaan leluhur masih lazim di berbagai daerah di negara ini.
Menurut sensus tahun 2000, 96% warga mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota dari berbagai macam agama Kristen. Gereja-gereja arus utama adalah yang melakukan penginjilan di pulau Nugini sekitar akhir abad ke-19. Meskipun pemerintah kolonial pada awalnya menugaskan misi yang berbeda ke berbagai wilayah geografis, seiring dengan modernisasi ekonomi negara ini, lembaga-lembaga keagamaannya pun ikut bergeser.
Pada 2015, gereja-gereja terbesar di Papua Nugini adalah: Katolik Roma, dengan 27%; Lutheran Injili, dengan 20%; Gereja Bersatu, dengan 12%; Advent Hari Ketujuh, dengan 10%; Pentakosta, dengan 9%; Aliansi Injili, dengan 5%; Anglikan, dengan 3%; dan Baptis, dengan 3%.
Selain itu, kelompok Kristen lainnya di Papua Nugini termasuk Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir (umumnya dikenal sebagai Mormon), Saksi-Saksi Yehuwa dan Bala Keselamatan, yang secara keseluruhan berjumlah sekitar 9% dari populasi Kristen. Selain itu, beberapa warga juga menganut kepercayaan Baha'i.
Dalam beberapa tahun terakhir, baik misionaris Muslim maupun Konghucu telah menjadi aktif di daerah ini dan negara ini telah melihat peningkatan jumlah lembaga-lembaga semacam itu. Komunitas Muslim saat ini mewakili kurang dari 1% dari populasi pulau ini, dengan sekitar 3.000 anggota dan 12 pusat-pusat Islam di seluruh negeri.
Orang-orang didorong untuk mempraktikkan keyakinan agama mereka secara bebas dan terbuka; namun, ritual-ritual tertentu telah diawasi secara ketat oleh pemerintah dan berbagai misionaris yang datang ke wilayah tersebut.
Di masa lalu, perburuan kepala dan kanibalisme terjadi di banyak bagian wilayah ini sebagai praktik dari berbagai agama asli. Sebagai contoh, ritual kanibalisme suku Fore lahir dari rasa cinta dan penghormatan kepada orang yang telah meninggal.
Mereka percaya bahwa dengan memakan setiap bagian dari almarhum, termasuk tulang dan wajahnya, dalam praktik yang dikenal sebagai endo-kanibalisme, almarhum akan hidup selamanya.
Sementara beberapa suku masih secara rutin berpartisipasi dalam ritual kanibalisme, kanibalisme terbuka hampir seluruhnya telah berhenti pada awal 1950-an karena masuknya misionaris dalam jumlah besar.
Namun, darah para martir telah menanamkan benih-benih bagi pertumbuhan kekristenan di negeri ini, salah satu negara dengan tingkat pedesaan tertinggi di dunia (hanya 13 persen penduduknya yang tinggal di perkotaan pada tahun 2019), di mana banyak orang miskin dan di mana infrastrukturnya masih sangat kurang di banyak tempat, meskipun negeri ini kaya akan sumber daya alam. Pada tahun 2021, Papua Nugini berada di peringkat ke-154 dari 191 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pilihan Editor: Paus Fransiskus Naik Pesawat Garuda dari Jakarta, Mendarat di Papua Nugini