TEMPO.CO, Jakarta - Kematian Ismail Haniyeh meninggalkan luka mendalam untuk kelompok militan Hamas. Haniyeh tewas dalam serangan di kediamannya di Teheran, setelah ikut dalam upacara pelantikan presiden baru Iran Masoud Pezeshkian.
Ismail Haniyeh lahir dari pasangan Muslim Palestina di kamp pengungsi Al-Shati di wilayah Gaza yang diduduki Mesir. Keluarganya awalnya berasal dari Ashkelon, sebelum Nakba 1948, ketika ribuan warga Palestina dipaksa bermigrasi oleh para pemukim.
Bersama istrinya Amal, ia memiliki 13 anak, meskipun tragedi menimpa keluarga mereka setelah Oktober 2023.
Sebelum kematiannya, Ismail Haniyeh selama bertahun-tahun telah kehilangan beberapa anggota keluarganya akibat serangan udara Israel. Dalam serangan Israel di kota Gaza pada tahun 2023, ia kehilangan 14 anggota keluarganya, termasuk saudara laki-lakinya. Tak lama kemudian, ia kehilangan cucunya dan kemudian cucu perempuan tertuanya.
Haniyeh telah kehilangan tiga putranya yaitu Hazem, Amir dan Mohammad pada 10 April 2024, ketika serangan udara Israel menghantam mobil mereka. Dalam serangan yang sama, ia juga kehilangan empat cucu.
Istrinya, yang saat itu sedang menjalani perawatan di Doha, baru mengetahui kematian mereka tiga hari kemudian.
Pada tanggal 25 Juni 2024, ia kehilangan sepuluh anggota keluarga lainnya, termasuk saudara perempuannya yang berusia 80 tahun, di tempat mereka memulai hidup, kamp pengungsi Al Shati.
Garda Revolusi Iran tengah melakukan investigasi atas kematian Ismael Haniyeh. Kehilangan pemimpin Hamas itu dapat memicu pembalasan terhadap Israel, terutama karena Haniyeh bertanggung jawab atas perundingan gencatan senjata.