TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Israel atau Knesset resmi mengeluarkan resolusi yang menolak pembentukan negara Palestina pada Kamis 18 Juli 2024.
Partai-partai dari koalisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan partai-partai ekstremis sayap kanan dari oposisi, termasuk partai State Camp yang dipimpin Benny Gantz, ikut mensponsori resolusi tersebut. Sementara itu, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, salah satu tokoh ekstremis Israel, mengatakan di Knesset, "Negara Palestina tidak dapat didirikan karena tidak ada bangsa Palestina."
Resolusi ini boleh jadi sebagai pembangkangan Israel terhadap Amerika Serikat yang menginginkan penyelesaian konflik dengan Solusi Dua Negara.
Lebih dari tujuh bulan setelah perang Israel-Palestina yang paling mematikan ini, Amerika Serikat mengatakan bahwa tidak ada cara untuk menyelesaikan masalah keamanan Israel dan tantangan untuk membangun kembali Gaza tanpa langkah-langkah menuju negara Palestina.
Netanyahu mengatakan bahwa ia tidak akan berkompromi dengan kontrol keamanan Israel secara penuh di sebelah barat Yordania dan bahwa hal ini bertentangan dengan negara Palestina yang berdaulat, yang menurutnya akan menimbulkan "bahaya eksistensial" bagi Israel.
Berbagai hambatan telah lama menghalangi Solusi Dua Negara, yang membayangkan negara Israel dan Palestina hidup berdampingan satu sama lain.
Bagaimana asal-usul solusi dua negara?
Konflik terjadi di Palestina yang dikuasai Inggris antara orang Arab dan Yahudi yang bermigrasi ke daerah itu, mencari rumah nasional karena mereka melarikan diri dari penganiayaan di Eropa dan mengutip ikatan alkitabiah dengan tanah tersebut.
Pada 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyepakati sebuah rencana untuk membagi Palestina menjadi negara-negara Arab dan Yahudi dengan pemerintahan internasional atas Yerusalem. Para pemimpin Yahudi menerima rencana tersebut, yang memberi mereka 56% dari tanah tersebut. Liga Arab menolaknya.
Negara Israel dideklarasikan pada tanggal 14 Mei 1948. Sehari kemudian, lima negara Arab menyerang. Perang berakhir dengan Israel menguasai 77% wilayah.
Sekitar 700.000 orang Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka, berakhir di Yordania, Lebanon dan Suriah serta di Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Pada perang 1967, Israel merebut Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dari Yordania dan Gaza dari Mesir, sehingga menguasai seluruh wilayah dari Mediterania hingga lembah Yordan.
Orang-orang Palestina tetap tidak memiliki kewarganegaraan, dengan sebagian besar hidup di bawah pendudukan Israel atau sebagai pengungsi di negara-negara tetangga. Sebagian - kebanyakan keturunan Palestina yang tetap tinggal di Israel setelah negara itu didirikan - memiliki kewarganegaraan Israel.