TEMPO.CO, Jakarta -Sebuah rumah sakit di New York, Amerika Serikat memecat seorang perawat muslim keturunan Palestina-Amerika setelah ia menyebut serangan Israel di Gaza sebagai “genosida” dalam sebuah pidato penerimaan penghargaan.
Rumah sakit NYU Langone Health memberi penghargaan kepada Hesen Jabr atas kerjanya merawat para ibu yang kehilangan anak mereka selama persalinan.
Jabr dalam pidatonya membahas perempuan dan para ibu di Gaza yang kehilangan anak mereka di tengah operasi militer besar-besaran Israel, yang masih berlangsung sejak Oktober 2023.
“Saya sedih melihat perempuan di negara saya mengalami kehilangan yang tak terbayangkan selama genosida saat ini di Gaza. Penghargaan ini sangat personal bagi saya karena alasan itu,” kata Jabr dalam video pidatonya pada 7 Mei 2024 yang dia unggah di media sosial Instagram.
Juru bicara NYU Langone Health, Steve Ritea, mengatakan pada Kamis, 30 Mei 2024 bahwa Jabr sebelumnya telah diperingatkan pada Desember 2023 untuk tidak menyampaikan pandangannya “mengenai masalah yang memecah belah dan penuh emosi ini ke tempat kerja.”
“Dia malah memilih untuk tidak mengindahkan hal itu pada acara penghargaan karyawan baru-baru ini yang dihadiri banyak rekan-rekannya, beberapa di antaranya kesal setelah komentarnya. Akibatnya, Jabr bukan lagi pegawai NYU Langone,” kata Ritea.
Jabr pun menjelaskan kronologi kejadian yang berujung pada pemecatannya oleh pihak rumah sakit. Ia diberi penghargaan pada 7 Mei dan menerima surat pemberhentian pada akhir bulan.
Saat menjalani shift pertamanya sejak menerima penghargaan, ia dipanggil ke dalam pertemuan dadakan pada 22 Mei dengan presiden dan wakil presiden unit keperawatan di NYU Langone, katanya dalam keterangan di Instagram.
Pertemuan tersebut membahas bagaimana ia “membahayakan orang lain” dan “menghancurkan upacara” dan “menyinggung masyarakat” dengan pidatonya. Kemudian, pihak rumah sakit mengirimnya untuk kembali ke shift kerja selagi mereka berunding untuk menentukan nasibnya.
Setelah bekerja hampir sepanjang shift, katanya, ia kembali diseret ke sebuah ruangan di mana direktur sumber daya manusia membacakan kepadanya surat pemutusan hubungan kerja, dan suster itu lekas diantar keluar kantor oleh seorang petugas polisi.
Jabr membela pidatonya dalam sebuah wawancara dengan The New York Times, mengatakan bahwa pembahasan tentang serangan di Gaza “sangat relevan” mengingat sifat penghargaan yang telah dimenangkannya.
“Itu adalah penghargaan atas kehilangan; itu untuk ibu-ibu yang berduka,” katanya.
Jabr, yang telah bekerja di NYU Langone sejak 2015, mengatakan bahwa dalam beberapa bulan terakhir dia telah berulang kali ditanyai oleh administrator rumah sakit tentang unggahan media sosialnya tentang Israel dan serangan di Gaza.
Seperti dilansir The New York Times, dia menggambarkan pidatonya pada upacara penghargaan sebagai hal yang dianggap telah melampaui batas oleh pihak rumah sakit.
Serangan Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 36.224 orang dan melukai 81.777 orang lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Pasukan Israel juga telah menyebabkan kehancuran berbagai infrastruktur, dan blokade ketat yang diterapkan oleh pemerintah Israel membuat warga Gaza mengalami tingkat kelaparan yang parah.
Kampanye militer itu dilakukan setelah kelompok Palestina Hamas menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober 2023, menewaskan 1.139 orang dan menyandera lebih dari 250 orang lainnya, menurut penghitungan Al Jazeera berdasarkan angka resmi Israel.
Afrika Selatan telah menuduh Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza dan menggugatnya ke Mahkamah Internasional (ICJ).
Pilihan Editor: AS Bantu Israel 27 Kali Lebih Banyak Dibanding Membantu Palestina, Ini Datanya
REUTERS