TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Joe Biden sangat yakin operasi militer di Rafah oleh tentara Israel tidak akan membuat kemajuan apapun dalam memerangi kelompok Hamas yang bercokol di Gaza. Juru bicara Gedung Putih John Kirby mengatakan Hamas sudah mendapat tekanan berat dari Israel dan Gedung Putih meyakini ada cara yang lebih baik ketimbang membuat hidup warga sipil dalam risiko.
“Menghancurkan Rafah dalam pandangannya (Biden), tidak akan membuat kemajuan. Argumen bahwa kami meninggalkan Israel atau kami tak berniat lagi membantu mereka mengalahkan Hamas, itu tidak sesuai dengan fakta-fakta,” kata Kirby.
Sumber di Pemerintah Israel pada Kamis, 9 Mei 2024, mengatakan putaran negosiasi gencatan senjata di Kairo demi bisa membebaskan sandera berakhir tanpa hasil. Dengan begitu, Israel akan tetap menjalankan operasi militernya di Rafah seperti yang sudah direncanakan.
“Kami masih percaya ada jalan untuk membuat kemajuan, namun dibutuhkan kepemimpinan dari kedua belah pihak (Hamas dan Israel). Ini juga membutuhkan dorongan moral dari kedua belah pihak untuk akhirnya duduk bersama dan mengunci kesepakatan,” kata Kirby.
Menurutnya, konsultasi antara Israel-Amerika Serikat sudah mengarah pada sejumlah alternatif selain serangan darat di Rafah. “Itu adalah pilihan yang harus Israel buat, dan harapan kami mereka tidak melakukan serangan ke Rafah,” kata Kirby. Rafah adalah wilayah padat penduduk di Gaza yang saat ini menjadi tempat berlindung warga Gaza dari serangan Israel.
Invasi militer Israel ke Gaza telah menewaskan hampir 35 ribu warga Palestina. Otoritas di Gaza mencatat perang juga telah memancing terjadinya bencana kemanusiaan dan kelaparan yang mengancam 2.5 juta jiwa populasi Gaza. Perang diawali serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas, yang diklaim Israel menewaskan 1.200 warganya dan membawa 250 orang untuk dijadikan sandera oleh Hamas.
Sumber: middleeastmonitor.com
Pilihan editor: Merunut Lini Masa Hubungan Amerika Serikat - Israel
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini