TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengusulkan tiga langkah yang dapat dilakukan negara-negara Asia-Pasifik dalam mendorong inovasi digital, ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksi kawasan tersebut akan terlambat hingga 32 tahun dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.
Ia menyampaikan tiga hal tersebut sebagai pernyataan nasional Indonesia di Sidang Komisi ke-80 Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UNESCAP) di Bangkok, Thailand pada Senin, 22 April 2024. Pertemuan tersebut mengangkat tema “Memanfaatkan Inovasi Digital untuk Pembangunan Berkelanjutan di Asia dan Pasifik”.
Menlu Retno mengatakan bahwa Asia-Pasifik sedang menghadapi paradoks. Sebab, kawasan tersebut memimpin transformasi digital di dunia dengan percepatan transformasi hingga sepuluh tahun, dan seharusnya dapat menjadi yang terdepan untuk mewujudkan SDGs.
Namun, PBB mencatat adanya keterlambatan Asia-Pasifik untuk mencapai SDGs hingga 2062 akibat pandemi COVID-19 dan berbagai konflik di dunia.
Dalam pernyataannya, Retno berkata Indonesia mengedepankan pentingnya inovasi digital untuk mengatasi paradoks tersebut, yang akan diwujudkan melalui pengembangan digital dalam aspek pemerintahan, ekonomi dan masyarakat.
Ia menilai Asia-Pasifik memerlukan pengembangan peta jalan digital terintegrasi, promosi inklusivitas untuk menjembatani kesenjangan digital, dan memastikan penggunaan teknologi transformatif untuk menjaga perdamaian dan kesejahteraan.
Menurutnya, peta jalan digital terintegrasi dibutuhkan lantaran lanskap digital di Asia-Pasifik kini “sangat terpecah” dengan adanya perbedaan kesiapan nasional dan regional serta kapasitas regulasi masing-masing negara.
“Untuk itu, Asia Pasifik perlu mengembangkan roadmap pengembangan digital, untuk fasilitasi pertukaran teknologi dan kebijakan, menjaring potensi negara-negara, serta mengharmonisasikan inisiatif yang ada di kawasan saat ini seperti di ASEAN dan APEC,” katanya, dikutip dari keterangan pers.
APEC yang dimaksud merupakan kepanjangan dari Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik, wadah bagi 21 negara di Lingkar Pasifik untuk menumbuhkan ekonomi dan pendorong perdagangan bebas di kawasan.
Ia juga menggarisbawahi adanya kesenjangan gender dalam penggunaan internet di kawasan, sehingga menurutnya perlu adanya inklusivitas digital.
Masih ada kesenjangan 6 persen antara laki-laki dan perempuan dalam akses internet di Asia-Pasifik, dengan sekitar 264 juta lebih sedikit perempuan dibandingkan laki-laki menggunakan internet seluler, menurut data Asian Development Bank (ADB) per Maret 2023.
“Kita perlu melakukan berbagai inovasi digital yang inklusif, termasuk dengan berinvestasi di berbagai fintech(teknologi finansial) dan start-up (perusahaan perintis) yang dipimpin oleh perempuan, mendorong peningkatan infrastruktur digital, dan memperluas akses untuk pelatihan literasi digital,” tutur Retno.
Selain itu, ia menekankan perlunya penggunaan teknologi transformatif guna menjaga perdamaian dan kesejahteraan. Menurutnya, teknologi-teknologi baru seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dapat berdampak pada hubungan antara teknologi dan geopolitik, baik itu baik atau buruk.
“Oleh karena itu, saya tekankan pentingnya tata kelola regional untuk mencegah penggunaan yang salah, dan memastikan kontribusi teknologi untuk pengembangan ekonomi berkelanjutan yang dapat, pada akhirnya, meningkatkan taraf hidup masyarakat,” ujarnya.
Di sela-sela pertemuan, menteri tersebut juga bertemu Sekretaris Eksekutif UNESCAP Armida Alisjahbana untuk membicarakan kerja sama dan dukungan UNESCAP bagi inisiatif Indonesia, salah satunya World Water Forum ke-10 yang akan diadakan pada Mei mendatang.
Pilihan Editor: Zelensky Sambut Bantuan Senjata AS untuk Ukraina, Minta Segera Dikirim