TEMPO.CO, Jakarta - Hampir tiga perempat masyarakat Israel menentang serangan balasan terhadap Iran, menyusul serangan rudal besar-besaran pada akhir pekan. Tentangan itu, berdasarkan survey yang digelar Universitas Hebrew, jika serangan balasan terhadap Iran akan merugikan aliansi keamanan Israel dengan sekutunya.
Jajak pendapat ini diterbitkan pada Selasa seperti dilansir Times of Israel pada Rabu 17 April 2024.
Survei Universitas Hebrew juga menemukan bahwa lebih dari separuh masyarakat percaya Israel “merespons secara positif” terhadap tuntutan militer dan politik sekutunya.
Israel telah berjanji untuk membalas setelah Iran pada Sabtu malam menembakkan lebih dari 300 rudal dan drone ke negara itu.
Hampir semua rudal dicegat sebelum mencapai negara tersebut ketika Amerika Serikat memimpin perisai pertahanan udara terkoordinasi yang melibatkan pasukan Israel, Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Yordania.
Ini dilaporkan bersama dengan radar dan masukan intelijen dari beberapa negara Teluk, termasuk Arab Saudi.
Hanya segelintir rudal yang berhasil menembus pertahanan – Angkatan Pertahanan Israel mengatakan 99 persen berhasil dihentikan – dan rudal yang mengenainya menyebabkan kerusakan ringan, serta melukai seorang anak perempuan.
Sekutu Israel, yang dipimpin oleh AS, telah mendesak Israel agar tidak menyerang balik Iran.
Survei Universitas Hebrew dilakukan pada 14-15 April melalui internet dan telepon, dan mengambil sampel 1.466 pria dan wanita yang mewakili warga dewasa Israel, baik Yahudi maupun Arab, kata universitas tersebut dalam sebuah pernyataan. Margin kesalahan sebesar 4,2 poin persentase.
Jajak pendapat tersebut menemukan bahwa 74% masyarakat menentang serangan balasan “jika hal itu merusak aliansi keamanan Israel dengan sekutunya,” sementara 26% mendukung serangan meskipun serangan tersebut merusak hubungan dengan sekutunya.
Lebih dari separuh (56%) responden percaya bahwa Israel “harus menanggapi secara positif tuntutan politik dan militer dari sekutunya” untuk “menjamin sistem pertahanan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu,” kata pernyataan itu. Sisanya, 32% ragu-ragu, dan 12% tidak setuju.
Selain itu, 59% responden percaya bahwa bantuan AS kepada Israel melawan serangan Iran mengharuskan Yerusalem untuk mengoordinasikan tindakan keamanan di masa depan dengan Washington. Sementara 26% responden ragu-ragu mengenai masalah ini dan 15% responden tidak setuju.
Iran melancarkan serangan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel sebagai pembalasan atas serangan udara pada 1 April yang menewaskan dua jenderal perwira militer Iran dan beberapa perwira lainnya di Damaskus. Serangan di konsulat Iran di Suriah itu menewaskan 16 orang dan merupakan pelanggaran hukum internasional.
Bentrokan dengan Iran terjadi di tengah perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, yang menyertai pertempuran di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon, dan serangan terus-menerus oleh proksi Iran di wilayah tersebut.
Perang Gaza meletus pada 7 Oktober ketika kelompok pejuang Palestina Hamas memimpin serangan lintas batas yang menghancurkan terhadap Israel yang menewaskan 1.139 orang dan menculik 253 sandera.
Israel membalasnya dengan serangan militer besar-besaran di Jalur Gaza selama enam bulan terakhir hingga menewaskan hampir 34.000 warga Palestina, sebagian besar anak-anak dan perempuan.
Sehari setelah serangan balik Israel, milisi Lebanon yang didukung Iran, Hizbullah, mulai menyerang di sepanjang perbatasan utara Israel, termasuk menembakkan roket ke kota-kota dan komunitas di daerah tersebut.
Israel menanggapi serangan yang hampir terjadi setiap hari ini dengan serangan terhadap situs-situs Hizbullah di Lebanon, dan, diduga, juga menargetkan sasaran-sasaran terkait di Suriah, sekutu Iran, yang telah meningkat menjadi konfrontasi langsung dengan Iran.
Israel berencana serangan darat di Kota Rafah di Gaza selatan. Wilayah ini menurut Israel menjadi benteng terakhir Hamas yang belum dikuasai.
Namun, operasi tersebut menghadapi tentangan keras dari AS dan sekutu lainnya karena ratusan ribu warga Gaza yang dipaksa Israel pindah dari kota-kotanya diperintahkan menujuk ke Rafah. Kini, populasi kota itu mencapai 1,4 juta orang.
Survei Universitas Hebrew menemukan bahwa 44% warga Israel mendukung serangan militer di Rafah bahkan “dengan mengorbankan krisis dalam hubungan luar negeri Israel” dan merusak hubungan dengan AS, sementara 31% ragu-ragu dan 25% tidak setuju.
Mengenai pasca-perang di Gaza, 43% percaya Israel “harus bergantung pada sekutunya” untuk menyelesaikan masalah ini di masa depan, kata pernyataan itu. Sisanya, 33% masih ragu-ragu dan 24% menentang mengandalkan sekutu untuk menyelesaikan masalah ini.
Israel belum mengajukan proposal komprehensif mengenai siapa yang akan memerintah Jalur Gaza, namun menegaskan bahwa mereka tidak boleh Hamas, yang telah menjadi penguasa de facto sejak 2007.
Jajak pendapat tersebut, salah satu dari serangkaian jajak pendapat yang bertajuk “Omnibus Perang Gaza,” dilakukan oleh Agam Labs milik universitas tersebut. Survei tersebut bertujuan untuk menangkap “sentimen dan perspektif yang berkembang dari masyarakat Israel” di tengah perang, kata pernyataan itu.
Pilihan Editor: Menteri Luar Negeri Rusia dan Iran Disebut Saling Kontak Sehari sebelum Serangan Ke Israel
TIMES OF ISRAEL