TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya lima orang tewas dalam serangan militan di Pakistan pada Kamis, 8 Februari 2024, ketika negara itu melakukan pemungutan suara dalam pemilihan umum setelah menghentikan sementara layanan telepon seluler dan menutup beberapa perbatasan darat untuk menjaga hukum dan ketertiban.
Kementerian Dalam Negeri mengatakan pihaknya mengambil langkah tersebut setelah sedikitnya 26 orang tewas dalam dua ledakan di dekat kantor kandidat pemilu di provinsi barat daya Balochistan pada Rabu. ISIS kemudian mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
“Sebagai akibat dari insiden terorisme baru-baru ini di negara ini, banyak nyawa yang hilang, langkah-langkah keamanan sangat penting untuk menjaga situasi hukum dan ketertiban serta menghadapi kemungkinan ancaman,” kata kementerian tersebut dalam sebuah postingan di platform pesan X.
Ribuan tentara dikerahkan di jalan-jalan dan di tempat pemungutan suara di seluruh negeri ketika pemungutan suara dimulai dan perbatasan dengan Iran dan Afghanistan ditutup sementara.
Empat polisi tewas dalam ledakan bom dan penembakan yang menargetkan patroli polisi di daerah Kulachi di distrik Dera Ismail Khan di barat laut pada hari itu, kata kepala polisi setempat Rauf Qaisrani.
Satu orang tewas ketika orang-orang bersenjata melepaskan tembakan ke kendaraan pasukan keamanan di Tank, sekitar 40 km ke arah utara.
Serangan granat juga dilaporkan terjadi di berbagai wilayah di Balochistan, namun pemungutan suara tetap tidak terpengaruh karena tidak ada korban jiwa, Saeed Ahmed Umrani, komisaris divisi Makran, mengatakan kepada Reuters.
Mohsin Dawar, seorang kandidat dari Waziristan Utara - sarang gerilyawan Islamis di barat laut Pakistan - mengatakan dalam sebuah surat kepada Komisi Pemilihan Umum Pakistan (ECP), bahwa beberapa TPS di daerah pemilihannya diambil alih oleh "Taliban" setempat yang mengancam para petugas pemungutan suara dan penduduk setempat.
Belum ada konfirmasi langsung dari komisi pemilu Pakistan atau pun pasukan keamanan.
Terlepas dari kekhawatiran keamanan dan cuaca musim dingin yang sangat dingin, antrean panjang mulai terbentuk di TPS beberapa jam sebelum pemungutan suara dimulai. “Negara sedang dipertaruhkan, kenapa saya harus datang terlambat?” kata Mumtaz, 86 tahun, seorang ibu rumah tangga yang satu dekade lebih tua dari Pakistan saat dia mengantri di Islamabad.
Selain kekerasan militan, pemilu juga diadakan di tengah krisis ekonomi yang parah dan lingkungan politik yang sangat terpolarisasi, dan banyak analis yakin tidak akan ada pemenang yang jelas.
Hasil pertama pemilu yang tidak resmi diperkirakan akan keluar beberapa jam setelah pemungutan suara ditutup pada pukul 5 sore waktu setempat dan gambaran yang lebih jelas kemungkinan akan muncul pada Jumat pagi.
Tindakan untuk menutup jaringan seluler ini memicu kritik dari para pemimpin partai oposisi, di mana Bilawal Bhutto Zardari dari Partai Rakyat Pakistan, putra mantan perdana menteri Benazir Bhutto, menyerukan "pemulihan segera".
Ketua Komisioner Pemilihan Umum Sikandar Sultan Raja mengatakan keputusan mengenai jaringan seluler dibuat oleh “lembaga hukum dan ketertiban” menyusul kekerasan yang terjadi pada Rabu dan komisi tersebut tidak akan ikut campur dalam masalah tersebut.