Memetakan bahan peledak
Biasanya, catatan informasi mengenai lokasi bahan peledak disimpan pemerintah dan otoritas nasional. Namun, Libya masih terpecah secara administratif, gudang nasional tidak sepenuhnya mampu menyimpan informasi tersebut.
Kepala unit kontaminasi senjata di Komite Palang Merah Internasional (ICRC), Erik Tollefson, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa persenjataan yang belum meledak dan gudang amunisi yang tertinggal di daerah tersebut, khususnya di kota Derna, adalah yang paling terkena terdampak banjir, telah berpindah lokasi setelah kedua bendungan jebol dan membanjiri daerah tersebut.
Dengan menggunakan informasi yang dikumpulkan dari lokasi kontaminasi sebelum banjir, ICRC membangun model Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk menghitung kecepatan, tinggi dan lebar aliran deras dalam upaya memetakan area yang diduga terkontaminasi senjata – informasi yang akan, pada gilirannya, disampaikan kepada pihak yang berwenang.
“Sekarang, kami telah berpindah dari lokasi yang kami tahu sebelumnya ke area baru,” kata Tollefson. “Jadi bisa saja ranjau-ranjau itu tersangkut di lumpur, di gedung, di reruntuhan, dan tentu saja ada yang tersapu ke laut.”
Risiko saat ini
Karena kesadaran akan kontaminasi senjata belum tersebar luas, bahkan di wilayah konflik, kepercayaan umum adalah bahwa bom yang tidak meledak dan hanyut oleh arus air tidak berbahaya. Hal itu tidak benar, kata Tollefson.
“Justru sebaliknya, mereka sering kali menjadi semakin sensitif terhadap gerakan, sentuhan, terhadap seseorang yang memukulnya,” jelasnya, seraya mengatakan bahwa “lebih mudah meledak jika ditangani setelahnya”.
Sebagai dampak tragis dari banjir tersebut, ketika para penyintas dan penyelamat mati-matian mencari korban dan mengeluarkan mayat-mayat dari bawah reruntuhan dan laut, organisasi penyelamat dan hak asasi manusia khawatir bahwa akan ada lebih banyak korban jiwa – sebuah bencana lain yang Libya tidak punya kapasitas untuk menahannya.
AL JAZEERA
Pilihan Editor: Sidang PBB, Menlu Retno Marsudi Berbagi 3 Upaya Rehabilitasi dan Reintegrasi Mantan Teroris