TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Tharman Shanmugaratnam terpilih sebagai presiden baru Singapura pada Sabtu, 2 September 2023. Ia mengaku terkejut dengan selisih kemenangannya pada Pilpres 2023 ini.
"Saya tidak mengira tingkat dukungan yang tinggi, yang juga berarti ada cukup banyak orang yang biasanya tidak akan menyetujui hal ini," kata Presiden Singapura Tharman kepada wartawan pada wawancara pertama sejak hasil resmi diumumkan lewat tengah malam pada hari Sabtu.
Ia mengatakan, tak biasanya pemilih memberikan suara yang mendukung partai berkuasa. “Dan mereka memutuskan untuk memilih saya, dan menurut saya itu juga sangat menggembirakan.”
Tharman mendapat sorak sorai dari pendukungnya di Taman Jurong, Marsiling, Tampines dan Toa Payoh.
Menggambarkan hasil tersebut sebagai “persatuan yang luar biasa”, ia menilai masyarakat Singapura “sangat bijaksana dalam cara mereka memilih”.
“Saya pikir menarik juga bahwa warga Singapura, yang saya yakini menginginkan Presiden yang non-partisan… Mereka tidak berpikir bahwa menjadi anggota partai politik atau bahkan menjadi anggota Kabinet akan mengurangi kemampuan seseorang untuk menjadi non-partisan,” katanya seperti dikutip CNA.
“Itu semua tergantung pada individu, karakter orang tersebut, reputasi orang tersebut, dan kemampuan untuk melampaui semua batasan yang dapat Anda pikirkan di Singapura. Itu selalu menjadi orientasi saya.
“Jadi menurut saya ini adalah pelajaran yang sangat menarik bahwa masyarakat Singapura tidak menganggap bahwa pelayanan politik saya selama ini adalah suatu kerugian.
Tharman Shanmugaratnam lahir pada 25 Februari 1957 di Singapura. Keturunan India ini adalah seorang negarawan dan ekonom yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Senior Singapura antara 2019 dan 2023, dan Menteri Koordinator Kebijakan Sosial antara 2015 dan 2023, serta Ketua Otoritas Moneter Singapura antara tahun 2011 dan 2023
Berprofesi sebagai ekonom, Tharman menghabiskan seluruh masa kerjanya di pelayanan publik Singapura, terutama dalam peran yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi dan sosial.
Jabatan Simbolik
Presiden Republik Singapura adalah kepala negara, yang biasanya bertugas mewakili negara dalam fungsi diplomatik resmi dan mempunyai kekuasaan eksekutif tertentu atas Pemerintah Singapura, termasuk kendali atas cadangan nasional dan kemampuan untuk mencabut dan menunjuk pegawai negeri. Presiden juga memegang hak prerogratif untuk memberikan pengampunan.
Setelah Singapura merdeka dari Kerajaan Inggris pada 1959, kantor seremonial Yang di-Pertuan Negara dibentuk. Jabatan tersebut kemudian digantikan oleh Presiden Singapura setelah kemerdekaan Singapura pada tahun 1965.
Peran awal presiden sebagian besar bersifat seremonial dan simbolis, dengan membawa sisa kekuasaan, namun peran tersebut kemudian diberikan kepada beberapa kekuasaan eksekutif yang mencakup kekuasaan cadangan untuk memveto hal-hal tertentu, terutama yang berkaitan dengan cadangan devisa negara sebagai proses check and balance, serta mencabut dan mengangkat jabatan pegawai negeri di antara kewenangan lain yang tercantum dalam Konstitusi.
Sebelum tahun 1991, presiden diangkat oleh Parlemen. Amandemen konstitusi dibuat pada tahun itu untuk memungkinkan presiden dipilih langsung melalui pemungutan suara, yang kemudian diadakan pertama kali pada tahun 1993.
Singapura mengikuti model sistem parlementer Westminster non-eksekutif dimana presiden bukanlah kepala pemerintahan. melainkan kepala negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri. Amandemen konstitusi lainnya dibuat pada tahun 2016, memungkinkan pemilihan presiden diperuntukkan bagi komunitas etnis di Singapura jika tidak ada seorang pun dari komunitas tersebut yang menjadi presiden selama lima masa jabatan presiden sebelumnya.
Presiden mempunyai kewajiban dan kewajiban formal yang luas untuk bertindak di atas politik partai. Berdasarkan Konstitusi, presiden harus warga negara Singapura, non-partisan dan dipilih melalui pemungutan suara.
Presiden sebelumnya, Halimah Yacob, yang menjabat pada 14 September 2017 setelah mencalonkan diri tanpa lawan dalam pemilihan umum dan menjadi presiden perempuan pertama dalam sejarah negara tersebut.
Pemilihan kali ini diikuti tiga calon. Selain Tharman, dua calon lan adalah Ng Kok Song dan Tan Kin Lian. Tharman meraih 70,4 persen suara, sedangkan Song mendapat 15,72 dan Lian 13,88 persen.
REUTERS | CNA | ISTANA.GOV.SG
Pilihan Editor Anak-anak Ukraina Awali Tahun Ajaran Baru: Kelas di Bawah Tanah atau Selalu Waspada pada Serangan Rusia