Perbatasan Ditutup
Dalam sebuah pernyataan pada Kamis, junta mengatakan mereka telah melanjutkan penerbangan domestik dan memulihkan beberapa lembaga negara, termasuk Mahkamah Konstitusi.
Namun perbatasan darat dan udara tetap ditutup.
Pada Kamis, truk, mobil dan sepeda motor terjebak dalam antrean panjang di perbatasan Gabon dengan Kamerun selatan, kata seorang wartawan Reuters. Di persimpangan di Kye-Ossi, beberapa orang menggantung cucian di sela-sela kendaraan saat mereka menunggu.
“Hidup di dalam truk kami agak sulit, kami tidur di luar,” kata Issa Soumaila, seorang pengemudi dari Chad, sambil berdiri di samping truk yang dipenuhi papan kayu.
Peristiwa di Gabon terjadi setelah kudeta yang baru-baru ini terjadi di Mali, Guinea, Burkina Faso, Chad dan Niger, yang menghapus kemajuan demokrasi sejak 1990-an dan meningkatkan kekhawatiran di antara kekuatan asing yang memiliki kepentingan strategis regional. Kudeta juga menunjukkan terbatasnya pengaruh negara-negara Afrika setelah militer mengambil alih kekuasaan.
ECOWAS mengancam intervensi militer di Niger setelah kudeta di sana pada 26 Juli dan menjatuhkan sanksi, namun junta belum mundur. Para pemimpin militer di negara lain juga menolak tekanan internasional untuk memulihkan pemerintahan sipil. Mereka berhasil mempertahankan kekuasaan dan beberapa bahkan mendapat dukungan rakyat.
Ratusan orang turun ke jalan di ibu kota Libreville untuk merayakan kudeta Rabu di Gabon. Kota ini lebih tenang pada Kamis ketika orang-orang kembali bekerja, meskipun persimpangan utama dan jalan raya dijaga oleh pasukan keamanan.
Popularitas Bongo telah memudar di tengah tuduhan korupsi, pemilihan umum yang curang, dan kegagalan untuk membelanjakan lebih banyak kekayaan minyak dan mineral Gabon untuk masyarakat miskin di negara tersebut. Dia mengambil alih kekuasaan pada 2009 setelah kematian ayahnya, Omar, yang memerintah sejak 1967.
Prancis, Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris semuanya telah menyatakan keprihatinannya terhadap kudeta tersebut. Namun mereka belum membuat seruan langsung untuk mengembalikan Bongo.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan pemilu tersebut penuh dengan ketidakberesan, dan menambahkan bahwa Uni Eropa menolak perebutan kekuasaan dengan kekerasan.
Kurangnya pengamat internasional, penangguhan beberapa siaran asing, dan keputusan pihak berwenang untuk memutus layanan internet dan memberlakukan jam malam setelah pemilu menimbulkan kekhawatiran mengenai transparansi pemilu.
REUTERS
Pilihan Editor: Iran Tuding Israel Coba Sabotase Produksi Rudal