TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan umum di Kamboja akhir pekan lalu mendapat kecaman luas dari pembela hak asasi manusia. Seruan supaya komunitas internasional tak melegitimasi hasil dari pemilu tersebut menguat.
Partai Rakyat Kamboja atau CPP yang berkuasa mengumumkan kemenangan telak dalam pemilu pada Minggu, 23 Juli 2023. Menurut panitia pemilu, seperti dilansir Reuters, partai politik yang dipimpin oleh Perdana Menteri Hun Sen itu meraup sekitar 84 persen suara pemilih atau sama dengan 8,1 juta orang.
Setelah Hun Sen berkuasa selama 38 tahun, kepemimpinan di Kamboja saat ini berpotensi dialihkan ke putra sulungnya, Hun Manet. Partai oposisi Candle Light Party tak mengikuti pemilu Kamboja kemarin karena dianulir oleh komisi pemilihan.
“Pemilu Kamboja berlangsung tidak bebas dan tidak adil,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Matthew Miller dalam keterangan pada Minggu.
Jejaring regional ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) saat jumpa pers di Jakarta pada Senin, 24 Juli 2023, menyerukan supaya komunitas internasional tidak melegitimasi hasil dari Pemilu Kamboja. “Pemilu seperti ini semakin menjadi alat para pemimpin otoriter untuk mengonsolidasikan kekuasaannya, menggerogoti pemilu sebagai salah satu pilar inti demokrasi,” kata Anggota Dewan APHR dan mantan anggota DPR RI Eva Kusuma Sundari.
Hun Sen, mantan gerilyawan Khmer Merah telah dituduh oleh para aktivis, secara terbuka mengancam saingannya dan menghasut kekerasan, termasuk dalam pemilu kemarin. Dewan pengawas Meta Platforms merekomendasikan penangguhannya dari Facebook saat ia kampanye. Pihaknya membantah menganiaya lawan.
Sejauh ini belum ada lini masa yang jelas soal penyerahan kekuasaan di Kamboja. Namun saat wawancara dengan Phoenix TV pada Kamis, 20 Juli 2023, Hun Sen memberi isyarat bahwa putranya Hun Manet, jenderal militer yang menempuh pendidikan di Barat, siap menjadi pemimpin beberapa bulan lagi.
Kursi Majelis Nasional atau dewan rendah Kamboja akan membuat Hun Manet memenuhi syarat, jika didukung oleh DPR. Juru bicara partai Sok Eysan mengatakan "sangat jelas" Hun Manet memenangkan kursi.
Hun Manet tak banyak tampil di media. Tidak ada petunjuk mengenai visinya untuk Kamboja dan 16 juta penduduknya.
Dia memperoleh gelar master di Universitas New York dan gelar doktor di Universitas Bristol, keduanya di bidang ekonomi. Ia menghadiri akademi militer West Point. Pengalaman ini membantunya naik pangkat militer Kamboja menjadi kepala tentara dan wakil komandan angkatan bersenjata.