TEMPO.CO, Jakarta - Resesi global mungkin segera terjadi dan tengah menghantui seluruh dunia. Perang Rusia-Ukraina dan krisis energi berpadu menjadi badai sempurna yang dikhawatirkan oleh setiap orang.
Kondisi itu berlaku tak terkecuali bagi Eropa, salah satu benua dengan Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi. Pada November 2022, Bank Sentral Eropa melihat kemungkinan peningkatan resesi di 19 negara yang menggunakan mata uang euro (zona euro). Melonjaknya harga energi dan inflasi tinggi akibat perang telah meningkatkan risiko kerugian bank dan gejolak di pasar keuangan.
Risiko terhadap stabilitas keuangan meningkat, sementara resesi teknis di kawasan Eropa semakin lebih mungkin untuk berlangsung. “Teknis” di sini memiliki artian bahwa resesi terjadi menurut definisi aslinya, yakni kontraksi (pertumbuhan negatif) GDP selama dua kuartal berturut-turut.
Para ekonom dan Komisi Eksekutif Uni Eropa telah memperkirakan resesi selama tiga bulan terakhir 2022 dan paruh pertama 2023 disebabkan harga utilitas yang tinggi dan biaya makanan yang merampas daya beli konsumen.
Inflasi menyebarkan pengaruhnya ke seluruh ekonomi, meningkatkan kemungkinan bahwa bank akan menghadapi lebih banyak kerugian karena perusahaan gagal membayar pinjaman. Ketidakpastian tentang seberapa tinggi dan lama inflasi akan berlangsung kemudian meningkatkan risiko penyesuaian harga aset yang tidak teratur. Di luar itu, pihak lain yang memiliki banyak utang—individu maupun perusahaan—akan menjadi lebih tertekan.
Inflasi di zona euro mencapai tingkat tahunan sebesar 10,7 persen pada Oktober 2022. Hal itu didorong oleh Rusia yang memotong sebagian besar gas alam ke Eropa di tengah invasi ke Ukraina. Harga gas alam naik tajam, mengatrol biaya listrik dan proses industri yang memerlukan banyak komoditas tersebut. Sebelum perang, seluruh Eropa terutama ekonomi terbesarnya—Jerman—bergantung pada Rusia sebagai pemasok utama minyak dan gas alam.
Jalan Terjang Melawan Inflasi tanpa Resesi
Pertumbuhan ekonomi Eropa melambat secara drastis, inflasi melonjak, dan kondisi keuangan terus tertekan. Namun, sebagai hasil dari kebijakan yang tegas, sebagian besar perekonomian nyaris terhindar dari resesi selama awal 2023. Eropa kini menghadapi pekerjaan rumah untuk mempertahankan pemulihan, mengalahkan inflasi, dan menjaga stabilitas keuangan.
Pertumbuhan ekonomi negara maju Eropa melambat jadi 0,7 persen tahun ini dari 3,6 persen. Sementara itu, ekonomi negara berkembang (tidak termasuk Turki, Belarusia, Rusia, dan Ukraina) juga mengalami penurunan tajam menjadi 1,1 persen dari 4,4 persen. Prospek ke depannya menyatakan bakal ada sedikit peningkatan pertumbuhan masing-masing menjadi 1,4 dan 3 persen berkat kenaikan upah dan peningkatan permintaan eksternal.
Pilihan editor: Menengok Penyebab Resesi Jerman dan Dampaknya
SYAHDI MUHARRAM