TEMPO.CO, Nusa Dua - Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebut dia dan Pemimpin China Xi Jinping bersepakat untuk menindaklanjuti perbincangan di Bali pada Senin, 14 November 2022, dengan mengirim perwakilan Washington ke Beijing.
Baca: Dialog 3 Jam Lebih dengan Xi Jinping, Biden: Saya Tidak Mencari Konflik
Baca Juga:
Persamuhan Xi dan Biden di hotel mewah yang ada di Nusa Dua tidak menghasilkan pernyataan bersama. Namun, usai dialog yang diadakan di tengah ketegangan kedua belah pihak itu, Biden mengatakan dia akan mengirim Menteri Luar Negeri Antony Blinken untuk menindaklanjuti perundingan tadi.
Biden dan Xi membahas berbagai macam topik. Mengenai isu bilateral, Biden menyatakan sikap dia dan Xi Jinping jelas membela kepentingan nasional masing-masing. "Kita akan bersaing dengan hebat, tetapi saya tidak mencari konflik," kata Biden saat pengarahan media di Bali.
Hubungan China dan Amerika Serikat telah meregang karena ketegangan yang ditimbulkan oleh perang dagang dan perebutan pengaruh di Indo-Pasifik. Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan dan posisi ambigu Beijing mengenai invasi Rusia ke Ukraina menjadi perhatian kedua negara.
Saat berbicara dengan Xi, Biden menyebut bahwa pihaknya memperingatkan ancaman senjata nuklir oleh Rusia di Ukraina tidak dapat diterima. Sementara mengenai Taiwan, Pemimpin Partai Demokrat itu menjamin bahwa Amerika Serikat masih memegang "prinsip satu-China".
Sebelum pertemuan dengan Biden, dalam pidatonya, Xi juga mengungkap keinginan memperbaiki hubungan kedua negara yang menegang. Pemimpin Partai Komunis China itu meyakini hubungan Washington dan Beijing harus diperbaiki karena dunia sedang ada dalam ketidakpastian.
Biden dan Xi masih akan satu forum di KTT G20. Forum ekonomi global itu dengan format tatap muka akan diadakan di Bali pada 15 dan 16 November 2022. Fokus tuan rumah adalah pemulihan ekonomi global paska-pandemi, dengan prioritas bidang kesehatan, transformasi digital, dan transisi energi.
Pertemuan kepala negara anggota G20 kali ini dibayangi oleh krisis global di sektor pangan dan energi, yang dipicu oleh perang Ukraina. Dalam sejumlah pertemuan tingkat menteri, beberapa negara Barat yang dipimpin Amerika Serikat mengecam dengan keras invasi Rusia ke Ukraina serta dampaknya terhadap krisis pangan dan energi.
China adalah sekutu dekat Rusia. Mengenai agresi Rusia ke Ukraina, Beijing tidak mau ikut campur dengan urusan di Eropa timur namun punya hubungan "tanpa batas" dengan Moskow.
Baca: Pengeboman di Istanbul, Turki Salahkan Militan Kurdi dan Tangkap Perempuan Suriah
DANIEL AHMAD