TEMPO.CO, Jakarta - Tokoh-tokoh perang terkemuka Rusia pada Rabu, 9 November 2022, dengan cepat bersatu di belakang keputusan Kremlin untuk meninggalkan kota Kherson, Ukraina. Ini merupakan salah satu kemunduran paling memalukan bagi Rusia dalam hampir sembilan bulan perang.
Baca: Meta Pecat 11 Ribu Karyawan, Berfokus ke Metaverse
Penarikan yang diusulkan oleh Jenderal Sergei Surovikin, yang ditunjuk bulan lalu untuk mengambil alih keseluruhan upaya perang Rusia, berarti Moskow menyerahkan sebuah kota strategis di utara Krimea yang dicaplok. Kherson adalah satu-satunya ibu kota provinsi Ukraina yang telah mereka rebut sejak invasi pada 24 Februari.
Dengan Ukraina mengancam akan menjepit pasukan Rusia di tepi barat Sungai Dnipro di mana mereka tidak bisa dengan mudah mendapatkan pasokan, pria berkepala plontos itu mengusulkan kepada Menteri Pertahanan Sergei Shoigu agar Rusia mengadopsi garis pertahanan baru di tepi seberang sungai untuk menyelamatkan nyawa tentara.
Shoigu setuju dan memerintahkan pasukannya mundur. Keputusan itu—yang digambarkan oleh seorang blogger militer Rusia sebagai halaman hitam dalam sejarah tentara Rusia—dengan cepat didukung oleh beberapa penyokong perang sebagai tindakan bijaksana dan perlu.
"Setelah mempertimbangkan semua pro dan kontra, Jenderal Surovikin membuat pilihan yang sulit tetapi tepat antara pengorbanan yang tidak masuk akal dan menyelamatkan nyawa prajurit yang tak ternilai," kata Ramzan Kadyrov, pemimpin Chechnya yang sering mendesak pendekatan lebih agresif dalam perang dan bahkan menyerukan penggunaan senjata nuklir tingkat rendah.
Tokoh perang lain yang semakin blak-blakan, Yevgeny Prigozhin, pendiri kelompok tentara bayaran Wagner yang berperang untuk Rusia di Ukraina, dikutip oleh kantor berita RIA mengatakan, "Keputusan yang diambil oleh Surovikin tidak mudah, tetapi dia bertindak seperti orang yang tidak takut bertanggung jawab."
Margarita Simonyan, pemimpin redaksi media pemerintah RT, bahkan membandingkan kemunduran itu dengan keputusan Jenderal Mikhail Kutuzov untuk menyerahkan Moskow kepada Napoleon pada 1812 demi mempertahankan pasukannya dan menyelamatkan Rusia.
Dalam beberapa pekan terakhir, Simonyan mengecam keras mobilisasi militer Rusia yang kacau, sementara Kadyrov dan Prigozhin—sebelum penunjukan Surovikin—mengecam perilaku perang dan mengejek beberapa jenderal yang bertanggung jawab.
Kekompakan mereka berkomentar mendukung penarikan pasukan menyarankan upaya bersama menutup barisan di belakang kepemimpinan militer tertinggi pada saat yang berbahaya.
Namun komentar mereka nyaris tidak menutupi rasa pahit dari penarikan pasukan itu.
"Saya tahu pasti keputusan ini tidak mudah bagi siapa pun. Tidak bagi mereka yang mengambilnya, atau bagi kita yang memahaminya akan begitu, tetapi tetap berdoa hal itu tidak akan terjadi," kata Simonyan.
Rusia menyerah pada dua hadiah simbolis yang berharga, sebuah kota yang didirikan oleh Ratu Catherine yang Agung pada abad ke-18 dan pijakan strategis di selatan Ukraina, beberapa pekan setelah memproklamirkan pencaplokannya. Rusia mencaplok Kherson bersama dengan wilayah Ukraina lainnya dan menyatakan itu akan menjadi bagian dari Rusia selama-lamanya.
Menurut analis militer Rob Lee, bergantung pada seberapa aman dan efisien Rusia dapat menarik pasukan dan peralatannya, penarikan itu dapat menempatkannya pada posisi yang lebih kuat untuk mempertahankan garis depan lainnya di selatan dan timur Ukraina.
Namun dia mengatakan menyerahkan Kherson ke Ukraina akan menempatkan Krimea yang dicaplok Rusia dalam jangkauan sistem peluru kendali Ukraina dan roket HIMARS yang dipasok Amerika Serikat.
Hilangnya kota itu merupakan pukulan besar bagi Presiden Vladimir Putin, panglima tertinggi Rusia, yang sejauh ini terhindar dari kritik publik karena tokoh seperti Prigozhin dan Kadyrov memusatkan kemarahan mereka pada para jenderalnya.
Putin telah menjaga jarak dari keputusan militer yang tidak populer. Saat Shoigu dan Surovikin mengumumkan pasukannya mundur pada hari Rabu, Putin memberi selamat kepada karyawan sebuah lembaga ilmiah terkemuka yang berulang tahun ke-75.
Baca: Tragedi Itaewon, Partai Oposisi Korsel Meminta Penyelidikan Parlemen
REUTERS