TEMPO.CO, Jakarta - Junta militer Myanmar buka suara mengenai serangan udara pada konser musik yang diselenggarakan oleh etnis minoritas. Pihaknya menyebut agresi itu hanya merupakan respons.
Sebelumnya pada Minggu malam, 23 Oktober 2022, di negara bagian utara Kachin, Myanmar terjadi sererangan udara yang menewaskan warga sipil, penyanyi lokal, dan perwira Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA). Media lokal, mengutip keterangan saksi mata mewartakan, ada tiga pesawat yang melakukan serangan itu.
Reuters merujuk laporan BBC Burma menjelaskan kejadian pada Minggu malam itu berlangsung di wilayah A Nang Pa di kotapraja Hpakant dan menewaskan sedikitnya 50 orang. Sementara situs berita Irrawaddy menyebutkan jumlah korban tewas sekitar 100 orang.
Baca juga: Terdampak Perang Ukraina, Retno Marsudi Sebut G20 Tahun Ini Paling Sulit
Militer Myanmar menyatakan, tentara Myanmar bertindak sebagai respon penyergapan dan serangan yang dilakukan KIA dan kelompok bersenjata terhadap pasukan militer Myanmar. Junta menyebut telah memenuhi aturan keterlibatan internasional.
"Sebagai pasukan keamanan, mereka bertanggung jawab memerangi gerilyawan, yang penting bagi perdamaian dan stabilitas regional," demikian pernyataan militer Myanmar yang diunggah di website mereka, dikutip Selasa, 25 Oktober 2022.
Myanmar dikepung pertempuran sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih pada awal tahun lalu. Gerakan perlawanan, termasuk yang menggunakan senjata, muncul di berbagai wilayah di Myanmar. Namun militer Myanmar melawannya dengan kekuatan mematikan.
Serangan udara terbaru di konser musik kemarin memicu reaksi dari PBB hingga negara-negara Barat. Sekretariat ASEAN di Jakarta belum menjawab permintaan tanggapan yang dilayangkan Tempo, begitu juga Kementerian Luar Negeri RI.
KIA telah berjuang mati-matian selama enam dekade untuk otonomi yang lebih besar bagi orang-orang Kachin. Ia telah menyuarakan dukungan untuk oposisi terhadap kekuasaan militer setelah kudeta tahun lalu ketika para jenderal menggulingkan pemerintah sipil terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi.
Pemerintah bayangan yang tergabung dalam National Unity Government (NUG) menuduh tentara menargetkan warga sipil. NUG meminta PBB dan masyarakat internasional untuk campur tangan dan menghentikan kekejaman serta kejahatan perang yang dilakukan oleh junta. Sebagian besar anggota NUG terdiri dari loyalis Suu Kyi
"Kami membutuhkan tindakan nyata dan dukungan segera dari masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban junta," kata Sasa, juru bicara NUG dalm sebuah pernyataan.
Rencananya, para menteri luar negeri anggota ASEAN akan bertemu akhir pekan ini untuk membahas krisis Myanmar. Kamboja sebagai ketua ASEAN tahun ini telah mengkonfirmasi rencana pertemuan ini pada Minggu, 23 Oktober 2022.
Junta militer Myanmar sebelumnya diberikan opsi oleh para pemimpin di ASEAN untuk menyelesaikan krisis paska-kudeta di negaranya melalui 5PC. Kesepakatan 5PC dibuat pada April 2021, dengan lima poin yakni dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman delegasi ASEAN ke Myanmar.
Saat wawancara dengan Tempo pada Jumat, 21 September 2022, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, ASEAN mendukung penyelesaian krisis, namun tidak mengintervensi Myanmar. Penghentian konflik harus timbul dari niat baik pihak-pihak terkait di Myanmar. Adapun pelaksanaan 5PC, yang dinilai tidak berjalan itu, akan ditindak lanjuti di KTT ASEAN pada pertengahan November mendatang.
Sekitar 457 kelompok organisasi masyarakat sipil Myanmar menyerukan dalam sebuah surat terbuka bagi para pemimpin ASEAN untuk membatalkan "konsensus" lima poin mereka. Sebagai gantinya bekerja dengan para pemimpin sipil dan NUG.
REUTERS | DANIEL AHMAD
Baca juga: ASEAN Tersandera Masalah Myanmar, Menlu Retno: Bantu Kami untuk Membantumu
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.
