TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa tokoh Muslim Prancis telah dilacak dan dimasukkan daftar oleh intelijen Prancis karena mendukung politikus sayap kiri. Ini terungkap dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada Selasa oleh saluran radio Europe 1, melaporkan bahwa mereka telah memperoleh "catatan rahasia dari intelijen Prancis."
Seperti dilansir Anadolu Agency Jumat 2 September 2022, Europe 1 melaporkan bahwa dokumen ini "disebarkan ke segelintir pejabat senior, anggota pemerintah, dan hingga Istana Kepresidenan Elysee," setelah ditulis pada pertengahan Mei.
Ini tiga minggu setelah pemilihan presiden putaran kedua yang memastikan kemenangan untuk petahana Presiden Emmanuel Macron.
Laporan intelijen Prancis itu menyimpulkan bahwa calon presiden sayap kiri Jean-Luc Melenchon—tersingkir pada putaran pertama pemungutan suara setelah berada di urutan ketiga di belakang Macron dan politikus sayap kanan Marine Le Pen— akan menikmati "suara warga Muslim" di negara itu. Ini karena dukungan dari apa yang disebut "influencer dan aktivis Islam".
Laporan itu menyebut banyak tokoh Muslim di Prancis, termasuk pengacara Rafik Chekkat sebagai anggota asosiasi Agir contre l'islamophobia (Action Against Islamaphobia - ACI) dan jurnalis independen Siham Assbague.
Keduanya digambarkan sebagai tokoh "Islamis," karena bersuara keras terhadap sentimen anti-Muslim atau kolonialisme di Pracis.
Selain Chekkat dan Assbague, catatan itu juga mengacu pada Vincent Souleymane, Hani Ramadan, dan Farid Slim, semuanya digambarkan sebagai "pendakwah" atau "imam" dari Ikhwanul Muslimin.
Feiza Ben Mohamed, seorang jurnalis Anadolu Agency, juga dilacak dan didaftarkan oleh badan intelijen teritorial. Liputan Europe 1 mengungkapkan bahwa intelijen teritorial Prancis mendaftarkannya sebagai jurnalis "pro-Erdogan", mengacu pada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, hanya karena kantor berita tempat dia bekerja berbasis di Turki.
Europe 1 mencatat bahwa Ben Mohamed juga masuk daftar karena "mempublikasikan serangkaian tweet tentang pilihannya atas Jean-Luc-Melenchon.” Ben Mohammed menganggap dia sebagai satu-satunya kandidat yang kredibel yang tidak memiliki ambisi untuk menggunakan Muslim untuk membuat orang melupakan masalah di Prancis.
Intelijen teritorial Prancis memiliki file tentang banyak Muslim Prancis karena telah menyatakan dukungan mereka untuk Melenchon, pemimpin partai La France Insoumise (LFI), yang telah menyuarakan penentangan terhadap sentimen anti-Muslim di Prancis beberapa kali.
Dengan daftar tokoh Muslim ini, tindakan intelijen Prancis telah membangkitkan perdebatan tentang "Islamo-kiri," sebuah teori yang sering didorong oleh Le Pen dan sesama politisi sayap kanan Eric Zemmour, bersama dengan pemerintah Prancis.
Pada akhir 2020, gagasan ini, yang disebarluaskan sejak 2002 oleh sayap kanan, telah mendapat paparan media yang kuat. Jean-Michel Blanquer, menteri pendidikan nasional saat itu, dan Dominique Vidal, mantan menteri pendidikan tinggi, menggunakan istilah tersebut untuk mencela dugaan kedekatan politisi sayap kiri Prancis tertentu terhadap warga Muslim.
Pada 2019, sebuah kelompok ultra-kanan "French of stock," menerbitkan secara online daftar beberapa ratus nama yang dituduh sebagai "kiri-Islam Prancis." Jurnalis Anadolu Agency Feiza Ben Mohamed termasuk di antara mereka.
Baca juga: Komite HAM PBB: Prancis Diskriminasi Wanita Muslim Berjilbab
TRT WORLD