TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah serangan udara koalisi pimpinan Saudi menghantam rumah tahanan di Saada, Yaman, menewaskan beberapa orang termasuk migran Afrika, Jumat, 21 Januari 2022, kata seorang saksi mata Reuters.
Koalisi meningkatkan operasi di daerah-daerah yang dikuasai oleh gerakan Houthi dalam beberapa pekan ini.
Petugas penyelamat masih mengevakuasi mayat dari puing-puing sampai tengah hari setelah serangan fajar itu, tetapi tidak segera jelas berapa banyak orang yang tewas.
Saluran televisi Al Masirah yang dikelola Houthi mengatakan puluhan orang tewas dan terluka dalam serangan di Yaman utara. Sebuah rekaman video tentang pria yang mencoba membersihkan puing-puing menggunakan tangan untuk menjangkau korban yang terperangkap dan terluka di rumah sakit al-Jamhuri.
Terlepas dari perang Yaman, para migran dari Tanduk Afrika masih pergi ke sana dalam perjalanan ke Arab Saudi atau negara-negara Teluk kaya.
Aliansi militer yang dipimpin oleh Arab Saudi telah mengintensifkan serangan udara terhadap apa yang dikatakan sebagai target militer Houthi setelah sekutu Iran itu melakukan serangan pertama ke anggota koalisi Uni Emirat Arab, Senin lalu, selain penembakan rudal dan drone lintas batas ke Saudi.
Yaman mengalami pemadaman internet nasional pada hari Jumat dengan pengecualian kota selatan Aden. Media Houthi menyalahkan serangan koalisi terhadap fasilitas telekomunikasi di provinsi barat Hodeidah. Reuters tidak dapat segera mengkonfirmasi penyebab pemadaman.
Aliansi yang dipimpin Saudi pada hari Kamis melaporkan operasi terhadap "kemampuan militer Houthi" di Hodeidah, platform peluncuran rudal balistik di provinsi Bayda di Yaman tengah dan target militer di ibu kota Sanaa, yang dikuasai Houthi.
Konflik, di mana koalisi melakukan intervensi pada Maret 2015 setelah Houthi menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional dari Sanaa, telah menewaskan puluhan ribu orang, jutaan mengungsi dan mendorong Yaman ke ambang kelaparan.
Utusan PBB untuk Yaman, Hans Grundberg, pada hari Jumat menyuarakan keprihatinan besar atas eskalasi militer dan meminta kedua belah pihak untuk "berlatih menahan diri secara maksimal".