TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan di Myanmar yang dikuasai junta militer kembali menunda sidang vonis untuk dua kasus Aung San Suu Kyi menjadi 10 Januari 2022, menurut sumber yang mengetahui proses tersebut.
Pada Senin pengadilan menunda sidang putusan dalam kasus kepemilikan walkie-talkie tanpa izin, kasus kedua dari hampir belasan kasus terhadap Suu Kyi yang membawa hukuman gabungan lebih dari 100 tahun penjara. Suu Kyi menyangkal semua tuduhan.
Sumber pengadilan mengatakan kepada surat kabar Myanmar The Irrawaddy, putusan Aung San Suu Kyi ditunda ke 10 Januari. Hakim tidak memberi alasan kenapa menunda putusan untuk kedua kali. Vonis awalnya ditunda dari 20 Desember hingga Senin.
Pendukung peraih Nobel Aung San Suu Kyi, 76 tahun, mengatakan kasus-kasus terhadapnya tidak berdasar dan dirancang untuk menumpas perlawanannya terhadap militer, Reuters melaporkan, 28 Desember 2021.
Putri pahlawan kemerdekaan Myanmar dari Inggris, Suu Kyi memimpin pemerintahan sipil hingga digulingkan dan dia ditahan dalam kudeta militer 1 Februari.
Pasukan militer Myanmar menggerebek kediaman Daw Aung San Suu Kyi di Naypyitaw pada dini hari tanggal 1 Februari menjelang kudeta, tanpa surat perintah penggeledahan, dan menuduh bahwa mereka menemukan walkie-talkie ilegal di tempat itu.
Lima petugas polisi bersaksi untuk penuntutan dalam dua kasus. Tetapi kesaksian mereka tentang di mana dan dari siapa mereka menyita walkie-talkie berbeda, menurut sumber yang dekat dengan pengadilan kepada The Irrawaddy.
Dia sudah menjalani hukuman dua tahun di lokasi yang dirahasiakan setelah dinyatakan bersalah pada 7 Desember atas tuduhan penghasutan dan melanggar pembatasan virus corona.
Daw Aung San Suu Kyi menghadapi kemungkinan hukuman penjara gabungan lebih dari 100 tahun atas berbagai tuduhan, yang secara luas diyakini bermotif politik dan upaya junta Myanmar untuk mengeluarkannya dari politik secara permanen.
Aung San Suu Kyi menghabiskan bertahun-tahun di bawah tahanan rumah karena penentangannya terhadap pemerintahan militer tetapi dibebaskan pada 2010 dan memimpin Liga Nasional untuk Demokrasi meraih kemenangan telak dalam pemilihan 2015.
Partainya menang lagi pada November tahun lalu, tetapi militer Myanmar mengatakan pemungutan suara itu dicurangi dan merebut kekuasaan beberapa minggu kemudian. Komisi pemilihan pada saat itu menolak klaim militer.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta dengan ratusan orang tewas dalam protes dan pertempuran melawan tentara.
Baca juga: Sidang Vonis Aung San Suu Kyi atas Kepemilikan Walkie-Talkie Ditunda
REUTERS THE IRRAWADDY