TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi HAM PBB Michelle Bachelet mengecam hukuman penjara empat tahun yang dijatuhkan kepada pemimpin terguling Myanmar Aung San Suu Kyi. Ia menilai, vonis itu dijatuhkan "pengadilan palsu" sehingga penerima Nobel tersebut segera dibebaskan.
Hukuman pada Suu Kyi ini "menutup pintu lain untuk dialog politik" di Myanmar, yang kini dikuasai militer setelah kudeta 1 Februari. "Ini hanya akan memperdalam penolakan kudeta," kata Bachelet dalam sebuah pernyataan di Jenewa seperti dikutip Reuters, Senin, 6 Desember 2021.
Pengadilan menghukum Suu Kyi penjara empat tahun pada Senin atas tuduhan penghasutan dan melanggar protokol Covid-19, kata seorang sumber dalam kasus yang digambarkan sebagai "lelucon".
“Hukuman Penasihat Negara setelah pengadilan palsu dalam proses rahasia di depan pengadilan yang dikendalikan militer tidak lain adalah motivasi politik,” kata Bachelet.
"Militer berusaha untuk menggunakan pengadilan untuk menyingkirkan semua oposisi politik."
Ravina Shamdasani, juru bicara Bachelet, mengatakan kepada TV Reuters bahwa persidangan telah gagal memenuhi kewajiban hukum domestik dan internasional negara itu untuk pengadilan yang adil.
Suu Kyi, 76 tahun, masih menghadapi tuduhan korupsi dan kecurangan pemilu, kata Bachelet.
Dia juga mengatakan bahwa tentara, yang dikenal sebagai Tatmadaw, telah menahan lebih dari 10.000 lawan politik sejak kudeta dan bahwa setidaknya 175 orang, termasuk banyak anggota partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) Suu Kyi, dilaporkan tewas dalam tahanan. "Kemungkinan besar karena perlakuan buruk atau penyiksaan".
Dia menyerukan pembebasan segera semua orang yang ditahan secara tidak sah.
Bachelet juga mengutuk keras apa yang dia sebut serangan "kejam, benar-benar tercela" pada hari Minggu di kota utama Yangon, di mana pasukan keamanan menggunakan sebuah truk "menabrak pengunjuk rasa anti-kudeta yang tidak bersenjata dan kemudian menembaki kelompok tersebut dengan peluru tajam". Lima orang tewas, menurut media dan saksi.
“Ditambah hukuman Aung San Suu Kyi, ini mengirimkan sinyal bahwa Junta Myanmar putus asa untuk melegitimasi kekuasaannya, tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Ini menegaskan bahwa itu adalah pengambilalihan tidak sah atas Myanmar,” kata Shamdasani.