TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Sabtu, 25 September 2021, mengkonfirmasi kalau Mali telah mengajukan permintaan ke sebuah perusahaan swasta di Rusia bidang militer untuk membantu negara itu memerangi pemberontak
Mali saat ini dipimpin oleh militer atau pemerintahan junta. Sumber mengetakan Mali sudah hampir mengunci kesepakatan dengan perusahaan swasta asal Rusia, Warner Group.
Tentara Prancis saat melakukan operasi militer di Mali. Sumber: Reuters
Keputusan Mali itu memancing keberatan dari Prancis, dengan menyebutnya tidak kompatibel dengan kehadiran militer Prancis di negara itu. Mali adalah sebuah negara di Afrika bagian barat, yang merupakan bekas jajahan Prancis.
“Sejauh yang saya fahami, mereka (Mali) sedang memberantas terorisme, kebetulan mereka telah beralih ke sebuah perusahaan swasta militer dari Rusia. Lalu Prancis ingin secara signifikan menarik komponen militernya yang saat ini ada di Mali,” kata Lavrov.
Terkait hal ini, Kementerian Pertahanan Prancis menolak berkomentar. Paris telah membentuk ulang isi Barkhane yang punya sekitar 5 ribu personel dan memasukkan lebih banyak mitra-mitra mereka di Eropa. Prancis juga pada bulan ini mengerahkan lagi personel dari pangkalan-pangkalan mereka di utara Mali.
Sedangkan Pemerintahan Junta di Mali mengatakan sedang mengupayakan sebuah transisi demokrasi agar terwujudnya pemilu pada Februari 2022. Perdana Menteri Mali Choguel Maiga mengatakan di sidang umum PBB pada Sabtu, 25 September 2021, bahwa negaranya merasa ditinggalkan oleh Prancis sehingga mereka mencari bantuan militer yang lain untuk mengisi kesenjangan.
Baca juga: Rusia: PBB Belum Mempertimbangkan Pengakuan Terhadap Taliban
Sumber: Reuters