TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Selandia Baru pada Selasa mendukung undang-undang anti terorisme untuk mempermudah penangkapan dan penuntutan teroris yang merencanakan serangan, beberapa minggu setelah penikaman yang terinspirasi ISIS di sebuah supermarket.
Rancangan Undang-undang Kontra Terorisme lolos pembacaan keduanya di parlemen dengan Partai Buruh yang berkuasa dan oposisi utama Partai Nasional mendukung, sementara partai-partai kecil seperti Partai Hijau menentangnya, menurut laporan Reuters, 21 September 2021.
RUU itu, amendemen Undang-Undang Pemberantasan Terorisme 2002 dan undang-undang terkait lainnya, akan diberlakukan setelah menyelesaikan pembacaan ketiga.
Pemerintah mengatakan undang-undang tersebut mengatasi kesenjangan besar dalam undang-undang dengan mengkriminalisasi perencanaan atau persiapan untuk aksi teroris. Lembaga penegak hukum telah lama merekomendasikan perubahan tersebut.
Undang-undang baru juga memberi polisi kemampuan untuk menerapkan wewenang tanpa surat perintah untuk masuk, mencari, dan mengawasi, untuk menghentikan perencanaan dan persiapan aksi teroris dan mengkriminalisasi pelatihan senjata atau pelatihan tempur untuk tujuan teroris.
Menteri Kehakiman Kris Faafoi mengatakan undang-undang itu membuat Selandia Baru sejalan dengan undang-undang di negara-negara seperti Australia, Inggris, dan Kanada.
"Ini adalah perubahan yang membawa kita sejalan dengan undang-undang di negara lain dan memperkuat undang-undang kita untuk melawan sifat terorisme yang berubah di mana kita melihat lebih banyak ancaman dari aktor tunggal daripada organisasi teroris," kata Faafoi.
Brenton Tarrant, teroris yang menembak dan membunuh jemaah dalam serangan masjid Christchurch, terlihat selama sidang vonis di Pengadilan Tinggi di Christchurch, Selandia Baru, 24 Agustus 2020. [John Kirk-Anderson / Pool via REUTERS]
Perdana Menteri Jacinda Ardern berjanji untuk memperketat undang-undang kontra-terorisme pada akhir bulan setelah serangan pisau di sebuah mal di Auckland pada 3 September. Pria itu, yang ditembak mati oleh polisi, terinspirasi oleh kelompok militan ISIS dan diawasi terus-menerus oleh petugas keamanan setelah dia dibebaskan dari penjara sebelumnya.
Itu adalah serangan teroris kedua di negara itu dalam beberapa tahun setelah pembantaian oleh seorang supremasi kulit putih di dua masjid di Christchurch pada Maret 2019 yang menewaskan 51 orang dan melukai puluhan lainnya.
Kritikus berpendapat bahwa pemerintah terburu-buru RUU kontra terorisme Selandia Baru tanpa perdebatan yang cukup dan risiko menciptakan undang-undang yang dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut masyarakat yang terpinggirkan.
Baca juga: Pelaku Penusukan di Selandia Baru Sudah Lama Dipantau Polisi
REUTERS