TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok Hamas menyayangkan surat pernyataan yang diterbitkan Gedung Putih dan ditanda-tangani 18 negara yang meminta agar sandera warga negara Israel yang disandera di Jalur Gaza dibebaskan.
“Surat itu tidak menyasar permasalahan mendasar pada warga Palestina yang menderita di bawah genosida yang terus-menerus dan tidak menekankan perlunya gencatan senjata secara permanen serta menarik militer Israel dari setiap wilayah di Jalur Gaza. Ini adalah tambahan keambiguan dari permasalahan-permasalahan yang ada,” tulis Hamas.
Menurut Hamas, pihaknya terbuka pada setiap gagasan dan proposal yang memang perlu dipertimbangkan dan menyangkut hak-hak warga Palestina. Di antaranya gencatan senjata permanen yang ditujukan untuk melawan Hamas. Bukan hanya itu, Hamas juga menginginkan penarikan pasukan Israel total dari Jalur Gaza, lalu tanpa syarat apapun mengizinkan warga Gaza kembali ke tempat asal mereka, membangun kembali Gaza, mencabut pengepungan, melakukan pertukaran pembebasan tahanan, mengakui secara sah hak-hak rakyat Palestina untuk menetukan nasibnya sendiri dan pengakuan Palestina sebagai negara yang merdeka dengan Ibu Kota di Yerusalem.
Hamas menyerukan pada Pemerintah Amerika Serikat dan negara-negara pendukungnya dan dunia internasional agar membeberkan kejahatan genosida yang dilakukan zionist Israel terhadap anak-anak di Jalur Gaza dan warga sipil tak berdosa. Hamas ingin menjadikan hal ini sebagai prioritas dan hal yang darurat.
Sebelumnya pada Kamis 25 April 2024, sebanyak 18 engara menyerukan agar perang Gaza diakhiri dengan diwujudkannya perdamaian dan stabilitas di kawasan. Surat pernyataan itu dipublikasi di website Gedung Putih. Di antara negara-negara yang menanda-tangani itu adalah Amerika Serikat, Argentina, Brasil, Bulgaria, Kanada, Kolombia, Denmark, Prancis, Jerman, Hongaria, Polandia, Portugal, Rumania, Serbia, Spanyol, Thailand, dan Inggris.
Surat pernyataan 18 negara itu menuntut Hamas segera membebaskan sandera warga negara Israel dan WNA lainnya setelah perang Gaza berkecamuk selama 200 hari. Sandera dan warga sipil di Gaza, yang dilindungi hukum internasional, saat ini tengah menjadi perhatian dunia.
Sumber: middleeastmonitor.com
Pilihan editor: Kepala Intelijen Mesir Pimpin Delegasi ke Israel, Khawatir Serangan Darat ke Rafah
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini