TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mendesak junta Myanmar untuk terus melanjutkan pembebasan tahanan politiknya. Terutama, untuk pejabat-pejabat pemerintahan seperti Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint yang sampai sekarang masih berstatus tahanan.
"Kami mengulang desakan sebelumnya agar Myanmar segera membebaskan semua tahanan politik, termasukan Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, ujar juru bicara Sekjen PBB, Eri Kaneko, Kamis, 1 Juli 2021.
Kaneko melanjutkan, Guterres juga meminta Myanmar untuk juga menghentikan aktivitas kekerasannya yang mencelakakan warga. Hal itu mengingat penangkapan dan penyerangan warga masih terjadi di beberapa daerah, salah satunya di negara bagian Chin.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.[REUTERS]
"Kami khawatir dengan masih berlanjutnya kekerasan, intimidasi, dan penangkapan secara sewenang-wenang oleh aparat," ujar Eri Kaneko, menyampaikan pandangan Guterres.
Junta Myanmar membebaskan 2.296 tahanan politik pada hari Rabu kemarin, 30 Juni 2021. Mereka yang dibebaskan adalah warga yang selama ini terlibat dalam unjuk rasa menentang pemerintah namun tidak dalam kapasitas memimpin ataupun mengorganisir. Beberapa di antaranya adalah aktivis, jurnalis, selebritis, dan politisi.
Jumlah tersebut, seperti dikatakan Guterres, belum mencakup semuanya. Mengacu data Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik, total ada 5200 tahanan politik yang seharusnya dibebaskan oleh junta Myanmar. Aung San Suu Kyi dan Win Myint masuk di dalamnya.
Adapun pembebasan tahanan politik dan pengakhiran kekerasan oleh Militer Myanmar masuk dalam lima poin konsensus yang disetujui negara-negara ASEAN, termasuk Myanmar, pada Leaders Meeting Mei lalu. Namun, setelah pertemuan itu, Panglima Militer Myanmar Min Aung Hlaing malah mengatakan baru akan mengikuti konsensus ketika situasi kondusif.
Foto Min Aung Hlaing bersama Aung San Suu Kyi pada 2 Desember 2015. Aung Hlaing mengambil alih kepemimpinan militer pada 2011 ketika Myanmar tengah dalam masa transisi menuju negara demokrasi. Para diplomat di Yangon mengatakan bahwa dengan dimulainya masa jabatan pertama Suu Kyi pada 2016, Min Aung Hlaing berubah dari tentara pendiam menjadi politikus dan tokoh masyarakat. REUTERS/Soe Zeya Tun
"Min Aung Hlaing tidak pernah peduli dengan konsensus itu. Begitu balik dari Indonesia, ia menangkap kurang lebih 3000 orang dan membunuh 200 orang. Ia menganggap konsensus ASEAN hanya masukan, pendapat," ujar Menteri Kerjasama Internasional dan Juru Bicara NUG, Dr. Sasa, ketika berbincang dengan Tempo, Juni lalu.
Khusus Aung San Suu Kyi, sekarang ia sedang menjalani persidangan untuk berbagai perkara yang dituduhkan kepadanya. Kasus pertama yang menjerat ia adalah soal kepemilikan walkie talkie secara ilegal. Menurut Kepolisian Myanmar, Aung San Suu Kyi mengimpornya tanpa izin. Setelah kasus itu, ia dijerat perkara terkait kerahasiaan informasi negara, protokol COVID-19, hingga penyuapan.
Atas perkara-perkara itu, Aung San Suu Kyi bisa dipenjara hingga belasan tahun. Sebagai contoh, kasus kerahasiaan informasi negara saja memiliki ancaman hukuman penjara 14 tahun. Kuasa hukum Aung San Suu Kyi menyakini junta Myanmar akan berusaha untuk memberikan durasi hukuman maksimum demi bisa menyingkirkannya.
Baca juga: Myanmar Akhirnya Bebaskan Ribuan Tahanan Politiknya
ISTMAN MP | REUTERS