TEMPO.CO, Jakarta - Pasukan junta militer Myanmar yang didukung oleh kendaraan lapis baja terlibat pertempuran pada Selasa dengan kelompok gerilya Pasukan Pertahanan Rakyat Myanmar yang baru dibentuk di kota terbesar kedua Mandalay, menurut laporan media yang dikelola militer, keterangan milisi dan seorang saksi mata, yang mengakibatkan sedikitnya dua korban tewas.
Sejak tentara merebut kekuasaan pada 1 Februari dan menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi, pasukan telah menghentikan demonstrasi dan pemogokan pro-demokrasi, serta membunuh atau menangkap ratusan pengunjuk rasa.
Sebagai tanggapan, pasukan pertahanan rakyat bermunculan di seluruh Myanmar untuk menghadapi pasukan keamanan rezim junta.
Sampai sekarang, pertempuran yang melibatkan milisi bersenjata ringan terutama terjadi di kota-kota kecil dan daerah pedesaan, tetapi sebuah kelompok yang mengaku sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat baru Mandalay mengatakan para anggotanya menanggapi setelah tentara menyerbu salah satu pangkalannya, dikutip dari Reuters, 23 Juni 2021.
"Pertempuran telah dimulai. Akan ada lebih banyak pertempuran," kata seorang anggota milisi yang diidentifikasi sebagai Kapten Tun Tauk Naing melalui telepon kepada Reuters.
Suara tembakan berulang-ulang dapat terdengar dalam rekaman video yang diambil oleh seorang warga di Mandalay, tempat protes anti-kudeta.
Perwakilan Pasukan Pertahanan Rakyat Mandalay (Mandalay PDF) mengatakan bahwa sekitar 20 tentara melakukan serangan pada Selasa sekitar pukul 8 pagi, memicu salah satu bentrokan pertama antara PDF dan militer di daerah perkotaan besar, Myanmar Now melaporkan.
"Mereka datang ke sini karena mendapat informasi tentang keberadaan kami. Tetapi kami tahu sebelumnya bahwa mereka akan datang sehingga kami berada di atas angin," kata juru bicara Mandalay PDF Bo Tun Tauk Naing, menambahkan bahwa pertempuran masih berlangsung pada saat pelaporan.
"Anggota masyarakat di daerah itu telah pindah ke tempat yang aman, dan kami belum mundur. Kami akan terus berjuang," kata Bo Tun Tauk Naing. "Kami telah menyatakan perang. Hari yang kita tunggu-tunggu akhirnya tiba."
Demonstran menunjukkan salam tiga jari selama protes untuk solidaritas terhadap Pasukan Pertahanan Rakyat Mandalay, di Yangon, Myanmar 22 Juni 2021, dalam tangkapan layar yang diperoleh Reuters dari video media sosial.[REUTERS]
Penduduk setempat Mandalay mengatakan kepada Myanmar Now bahwa militer sedang berpatroli di kota dengan setidaknya tiga kendaraan lapis baja untuk mencari tersangka yang terlibat dalam baku tembak.
Televisi Myawaddy milik militer mengatakan di saluran pesan Telegramnya, bahwa pasukan keamanan menggerebek sebuah rumah dan "teroris bersenjata" membalas dengan senjata kecil dan bom.
Dikatakan empat tewas dan delapan ditangkap dan beberapa anggota pasukan keamanan terluka parah. Junta militer menyebut lawan-lawannya sebagai "teroris".
Situs berita lokal Myanmar Now mengatakan sekitar 20 tentara melakukan serangan itu, memicu baku tembak, dan tiga kendaraan lapis baja dikerahkan.
Pejabat lain dari kelompok milisi mengatakan kepada portal berita Mizzima bahwa enam anggotanya telah ditangkap dan dua tentara tewas.
Seorang aktivis di Mandalay mengatakan dia mendengar suara tembakan dan melihat sekitar 10 kendaraan lapis baja. "Kami semua takut, tapi setidaknya kami tahu kami mendapat dukungan dari bangsa," katanya. "Semua orang di Myanmar tahu situasi di Mandalay sekarang."
Sekelompok kecil demonstran terlihat berkumpul di belakang milisi Mandalay, membawa spanduk dan membuat salam tiga jari yang melambangkan perlawanan terhadap kekuasaan militer.
Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan untuk meminta komentar. MRTV yang dikelola negara tidak melaporkan kerusuhan Mandalay selama siaran berita malamnya.
Kedutaan Besar AS di Myanmar mengatakan di Twitter bahwa mereka melacak laporan pertempuran di Mandalay dan segera menyerukan penghentian kekerasan.
Militer Myanmar telah menggunakan artileri dan serangan udara dalam menanggapi serangan gerilya terhadap tentara di tempat lain di Myanmar, yang telah menyebabkan korban di kedua sisi dan eksodus puluhan ribu orang.
Aung San Suu Kyi, 76, menghadapi berbagai tuduhan termasuk penghasutan, korupsi, dan pelanggaran rahasia resmi. Dia muncul di pengadilan untuk persidangannya pada Selasa dan dalam keadaan sehat, kata pengacaranya. Pengacaranya mengatakan tuduhan terhadap Suu Kyi tidak berdasar.
Majelis Umum PBB pada hari Jumat menyerukan embargo senjata ke Myanmar dan mendesak junta militer untuk menghormati hasil pemilu Myanmar 8 November dan membebaskan tahanan politik, termasuk Aung San Suu Kyi.
Baca juga: Uni Eropa Beri Sanksi Baru ke Pejabat dan Perusahaan Myanmar
REUTERS | MYANMAR NOW