TEMPO.CO, Jakarta - Golnya resolusi PBB untuk mengembargo perdagangan senjata ke Myanmar ditanggapi keras oleh junta militer. Dikutip dari Channel News Asia, junta Militer Myanmar menyebut resolusi tersebut tidak berdasar dan mengacu pada asumsi yang salah.
"Resolusi itu condong ke tuduhan salah satu pihak dan asumsi yang salah," ujar Kementerian Luar Negeri Myanmar, yang sekarang dikuasai junta, Ahad, 20 Juni 2021.
Resolusi PBB yang bersifat tidak mengikat secara hukum tersebut lolos pada hari Jumat kemarin waktu setempat. Sebanyak 119 negara anggota PBB memberikan suara "setuju" terhadap resolusi yang juga mendesak junta Myanmar untuk segera mengakhiri kekerasan dan membebaskan para tahanan politik itu. Hanya empat negara yang "tak setuju" yaitu Belarus, Cina, India, serta Rusia.
Dari keempatnya, Rusia dan Cina adalah salah satu pemasuk utama senjata untuk Militer Myanmar. Dalam wawancara khusus Tempo dengan Pemerintah Bayangan Myanmar, National Unity Government (NUG), mereka mengatakan jenderal Militer Myanmar belum lama ini berkunjung ke Moskow, Rusia, untuk membeli helikopter perang.
Selain mempermasalahkan resolusi embargo perdagangan senjata, junta Myanmar juga mempermasalahkan masih aktifnya Dubes Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun. Padahal, menurut mereka, Kyaw Moe Tun sudah bukan bagian dari Kementerian Luar Negeri lagi sehingga tak pantas ia aktif di PBB.
Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun mengacungkan tiga jari di akhir pidatonya di depan Majelis Umum di mana ia memohon tindakan internasional dalam membatalkan kudeta militer di negaranya seperti yang terlihat dalam tangkapan layar yang diambil dari sebuah video, di wilayah Manhattan di New York City, New York, AS, 26 Februari 2021. [United Nations TV / Handout via REUTERS]
Kyaw Moe Tun, sebagaimana diketahui, adalah Dubes Myanmar yang aktif mencari dukungan ke komunitas internasional untuk menekan junta Myanmar. Junta Myanmar, sebelumnya, sudah mengirimkan surat ke PBB untuk menyatakan Kyaw Moe Tun bukan dubes mereka lagi. Namun, karena pemerintahan junta dianggap tak sah, Kyaw Moe Tun dipertahankan.
Pada voting resolusi PBB, Kyaw Moe Tun ikut memilih "setuju" untuk embargo perdagangan senjata. Ia pun kembali mendesak komunitas internasional untuk berani bertindak tegas terhadap junta militer di Myanmar yang sudah menewaskan 800 lebih orang dan menahan 6000 lebih tapol.
"Segala pernyataan dan partisipasi ia (Kyaw Moe Tun) di pertemuan-pertemuan PBB ilegal sifatnya dan tidak bisa diterima. Kami di Myanmar menentang keras keikutsertaannya (di PBB) dan pernyataan-pernyataannya," ujar junta militer.
Terakhir, junta Myanmar menyatakan bahwa walaupun mereka menerima masukan yang konstruktif dari komunitas internasional, bukan berarti mereka akan membiarkan intervensi. Menurut mereka, apa yang terjadi di Myanmar adalah urusan internal dan tak seharusnya komunitas internasional ikut campur.
Besarnya dukungan terhadap resolusi embargo persenjataan dari PBB menunjukkan betapa solidnya sikap berbagai negara untuk mengakhiri krisis di Myanmar. Beberapa di antaranya bahkan sudah memberikan sanksi lebih dulu terhadap pejabat-pejabat Militer Myanmar dan perusahaan afiliasinya seperti Amerika dan Inggris.
Baca juga: Warga Myanmar Rayakan Ulang Tahun Aung San Suu Kyi Dengan Unjuk Rasa
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA