TEMPO.CO, Jakarta - Tidak lebih dari seperempat dari total 12 juta murid di Myanmar yang masuk sekolah tahun ajaran baru karena mogok nasional menentang junta militer, menurut federasi guru Myanmar.
Terlihat ada lebih sedikit siswa di banyak sekolah di kota utama Yangon ketika tahun ajaran baru dimulai pada hari Selasa untuk pertama kalinya sejak kudeta 1 Februari, menurut laporan Reuters, 3 Juni 2021.
Pasukan keamanan berjaga di beberapa sekolah dan membawa murid-murid di bawah pengawalan bersenjata dari rumah mereka.
Petugas polisi terlihat di depan sebuah sekolah di Yangon, Myanmar, 2 Juni 2021. [REUTERS/Stringer]
Seorang pejabat Federasi Guru Myanmar, yang tidak ingin disebutkan namanya karena takut akan pembalasan, mengatakan bahwa lebih sedikit murid yang datang daripada yang terdaftar karena orang tua khawatir tentang keamanan, serta bergabung dengan boikot.
Guru juga takut, katanya, menambahkan "Beberapa guru pergi ke sekolah dengan pakaian biasa dan berganti seragam hanya di dalam sekolah."
Federasi guru memperkirakan bahwa hanya 10 persen dari perkiraan 900.000 siswa di negara itu yang memilih untuk mendaftar tahun ini, setelah pendaftaran dibuka pada 24 Mei karena tekanan dari dewan militer, menurut laporan media Myanmar Now.
Di wilayah Yangon, Mandalay dan Sagaing dan di negara bagian Chin dan Kayah (Karenni), di mana telah terjadi pertempuran hebat antara militer Myanmar dan pasukan perlawanan lokal, banyak sekolah tanpa siswa, kata guru tersebut.
"Terutama di Sagaing, ada sekolah tanpa pendaftaran atau siswa, bahkan di desa-desa," katanya kepada Myanmar Now.
Orang tua dan siswa terlihat di depan sebuah sekolah di Yangon, Myanmar, 2 Juni 2021. [REUTERS/Stringer]
Banyak guru di sekolah-sekolah ini pulang lebih awal pada hari Selasa ketika mereka menyadari tidak ada murid untuk diajar.
Reuters tidak dapat menghubungi junta atau kementerian pendidikannya untuk memberikan komentar.
Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikontrol junta militer mengutip Win Win Nwe, kepala sekolah di kotapraja Kamayut Yangon, yang mengatakan bahwa sekitar 30% murid telah terdaftar di sana.
"Para guru, anggota keamanan dan tetua kota akan memberikan keamanan bagi para siswa," katanya.
Sekolah Myanmar telah menjadi medan pertempuran lain untuk protes terhadap junta militer yang merebut kekuasaan pada 1 Februari, menangkap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Baca juga: Pemimpin ASEAN Dilaporkan Bakal Berkunjung ke Myanmar Pekan Ini
REUTERS | MYANMAR NOW