TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi di Israel mengatakan varian Covid-19 yang ditemukan di Afrika Selatan dapat "membobol" vaksin Pfizer sampai batas tertentu, meskipun prevalensinya di negara itu rendah dan penelitian tersebut belum ditinjau oleh rekan sejawat (peer reviewed).
Studi yang dirilis pada Sabtu itu membandingkan hampir 400 orang yang dites positif Covid-19, 14 hari atau lebih setelah mereka menerima satu atau dua dosis vaksin, dengan jumlah yang sama dari pasien yang tidak divaksinasi dengan penyakit tersebut. Studi itu mencocokan usia dan jenis kelamin, di antara karakteristik lainnya.
Varian Covid-19 Afrika Selatan, B.1.351, ditemukan sekitar 1% dari semua kasus Covid-19 di semua orang yang diteliti, menurut penelitian oleh Universitas Tel Aviv dan penyedia layanan kesehatan terbesar Israel, Clalit, dikutip dari Reuters, 11 April 2021.
Tetapi di antara pasien yang telah menerima dua dosis vaksin, tingkat prevalensi varian itu delapan kali lebih tinggi daripada mereka yang tidak divaksinasi, atau 5,4% berbanding 0,7%.
Ini menunjukkan vaksin itu kurang efektif terhadap varian Afrika Selatan, dibandingkan dengan virus corona asli dan varian yang pertama kali diidentifikasi di Inggris yang mencakup hampir semua kasus Covid-19 di Israel, kata para peneliti.
"Kami menemukan tingkat yang lebih tinggi dari varian Afrika Selatan di antara orang yang divaksinasi dengan dosis kedua, dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi. Ini berarti varian Afrika Selatan dapat, sampai batas tertentu, menembus perlindungan vaksin," kata Adi Stern dari Universitas Tel Aviv.
Namun, para peneliti memperingatkan bahwa penelitian tersebut hanya memiliki ukuran sampel kecil orang yang terinfeksi varian Afrika Selatan karena kelangkaannya di Israel.
Mereka juga mengatakan penelitian itu tidak dimaksudkan untuk menyimpulkan keefektifan vaksin secara keseluruhan terhadap varian apapun, karena hanya melihat orang yang sudah dites positif Covid-19, bukan pada tingkat infeksi secara keseluruhan.
Pfizer dan BioNTech belum berkomentar tentang hasil studi ini.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bersiap disuntik vaksin Covid-19 di Sheba Medical Center, Ramat Gan, Israel, 19 Desember 2020. Vaksin yang disuntikkan pada Netanyahu merupakan vaksin virus corona buatan Pfizer-BioNTech. REUTERS/Amir Cohen/Pool
Pfizer sebelumnya mengatakan pada 1 April bahwa vaksin mereka sekitar 91% efektif untuk mencegah Covid-19, mengutip data uji coba terbaru yang menyertakan peserta yang diinokulasi hingga enam bulan.
Terkait varian Afrika Selatan, mereka mengatakan bahwa di antara 800 relawan studi di Afrika Selatan, di mana B.1.351 tersebar luas, ada sembilan kasus Covid-19, yang semuanya terjadi di antara peserta yang mendapat plasebo. Dari sembilan kasus tersebut, ada enam individu yang terinfeksi dengan varian Covid-19 Afrika Selatan.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa vaksin Pfizer/BioNTech kurang ampuh terhadap varian B.1.351 dibandingkan dengan varian lain dari virus corona, tetapi masih menawarkan pertahanan yang kuat.
Meski hasil penelitian mungkin menimbulkan kekhawatiran, prevalensi rendah dari strain Afrika Selatan menggembirakan, menurut Stern.
"Bahkan jika varian Afrika Selatan berhasil menembus perlindungan vaksin, itu belum menyebar secara luas ke seluruh populasi," kata Stern, menambahkan bahwa varian Inggris mungkin "menghalangi" penyebaran strain Afrika Selatan.
Baca juga: Laporan Dari Israel: Efektivitas Vaksin Pfizer Capai 94 Persen
Israel menggunakan vaksin Pfizer untuk program vaksinasi Covid-19, di mana hampir 53% dari 9,3 juta populasi Israel telah menerima kedua dosis vaksin Pfizer.
Seorang ahli biologi komputasi di Weizmann Institute of Science, Eran Segal, mengatakan kepada Channel 12 Israel bahwa Israel mungkin telah mencapai "semacam kekebalan kelompok" dan dapat dengan aman meringankan pembatasan lebih lanjut.
Dengan lebih dari 4,9 juta orang Israel yang divaksinasi penuh, jumlah kasus virus corona harian telah anjlok hingga 97 persen, kata Seran, dikutip dari Times of Israel.
Israel sebagian besar telah membuka kembali ekonominya dalam beberapa pekan terakhir sementara pandemi tampaknya surut, dengan tingkat infeksi, penyakit parah, dan rawat inap menurun tajam.
Sekitar sepertiga populasi Israel berusia di bawah 16 tahun, yang berarti mereka masih belum memenuhi syarat untuk diberi vaksin Pfizer.