TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah tim penyelidik PBB di Myanmar pada Rabu meminta orang-orang untuk mengumpulkan dan menyimpan bukti dokumenter kejahatan yang diperintahkan oleh junta militer sejak kudeta 1 Februari untuk membangun kasus hukum terhadap para pemimpinnya.
Lebih dari 180 pengunjuk rasa telah dibunuh oleh pasukan keamanan yang berusaha menghancurkan gelombang demonstrasi sejak junta militer merebut kekkuasaan, kata kelompok aktivis Assistance Association for Political Prisoners (AAPP).
"Orang-orang yang paling bertanggung jawab atas kejahatan internasional paling serius biasanya mereka yang memegang posisi kepemimpinan tinggi," kata Nicholas Koumjian, kepala tim PBB yang berbasis di Jenewa, dikutip dari Reuters, 18 Maret 2021.
"Mereka bukanlah orang yang secara fisik melakukan kejahatan dan bahkan seringkali tidak hadir di lokasi di mana kejahatan tersebut dilakukan.
"Untuk membuktikan tanggung jawab mereka membutuhkan bukti laporan yang diterima, perintah yang diberikan dan bagaimana kebijakan ditetapkan."
Orang dengan informasi tersebut, kata Koumjian, harus menghubungi penyelidik melalui alat komunikasi yang aman, dengan aplikasi seperti Signal atau akun ProtonMail.
Seorang juru bicara junta militer Myanmar tidak berkomentar terkait laporan ini.
Pada hari Selasa, kantor hak asasi manusia PBB mengutuk penggunaan amunisi tajam terhadap para pengunjuk rasa.
"Mereka benar-benar tidak terkendali dan semakin brutal setiap hari. Ini adalah peningkatan kebrutalan yang telah diperhitungkan," kata seorang pejabat senior PBB, yang menolak disebutkan namanya, pada hari Rabu.
Petugas keamanan menyeret seorang pengunjuk rasa yang terluka selama protes anti-kudeta di Tamwe, Yangon, Myanmar, 14 Maret 2021. Sedikitnya 59 demonstran Myanmar tewas dan 129 terluka akibat kekerasan yang dilakukan aparat keamanan dalam demonstrasi di seluruh Myanmar pada Ahad, menurut sumber dari tiga wilayah rumah sakit, Myanmar Now melaporkan. Video obtained by REUTERS
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militernya menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, menahannya dan anggota partainya, yang menimbulkan kecaman internasional yang luas.
Baca juga: Paus Fransiskus: Saya Berlutut Memohon Aparat Tidak Tembaki Demonstran Myanmar
Penyelidik PBB mengumpulkan bukti penggunaan kekuatan mematikan, penangkapan yang melanggar hukum, penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang, kata PBB.
Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar telah dibentuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 2018 untuk mengkonsolidasikan bukti kejahatan paling serius. Tim pengawas Myanmar ini bertujuan untuk membangun kasus hukum untuk persidangan di pengadilan nasional, regional, atau internasional.
REUTERS