TEMPO.CO, Jakarta - Kabar yang menyebut Aung San Suu Kyi sudah dibebaskan polisi Myanmar, dengan cepat ditepis oleh pengacaranya. Suu Kyi, 75 tahun, menghadapi tuntutan telah secara ilegal mengimpor enam walkie-talkie.
Pengacara Suu Kyi menjelaskan kliennya saat ini ditahan di sebuah kantor polisi di Myanmar untuk keperluan investigasi. Dia bakal berada dalam penahanan itu sampai 15 Februari 2021. Pengacara Suu Kyi mengaku sampai sekarang belum diperbolehkan berjumpa kliennya.
Baca juga: Profesor Australia Penasihat Ekonomi Aung San Suu Kyi Ditangkap Militer Myanmar
Ribuan massa menggelar aksi unjuk rasa memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, 7 Februari 2021. Beberapa warga telihat membawa poster Aung San Suu Kyi. REUTERS/Stringer
Sebelumnya kabar pembebasan Suu Kyi menyeruak di tengah unjuk rasa pada Sabtu, 6 Februari 2021. Berita tersebut disambut gembira oleh kerumunan massa, namun dengan cepat dibantah oleh pengacara Suu Kyi.
“Unjuk rasa anti-kudeta memperlihatkan tanda-tanda betapa masyarakat bersemangat. Di sisi lain, berdasarkan sejarah kita bisa berharap raksi yang akan datang. Masyarakat Myanmar sekarang ini sudah sungguh berbeda dari 1988 dan bahkan 2007. Segalanya mungkin terjadi,” kata penulis dan sejarawan, Thant Myint-U.
Suu Kyi adalah pemenang Nobel perdamaian pada 1991 karena upayanya mengkampanyekan demokrasi. Dia sebelumnya menghabiskan hampir 15 tahun berada dalam tahanan rumah sebelum akhirnya dibebaskan lewat pemerintahan transisi menuju demokrasi pada 2011. Suu Kyi akhirnya menjadi pemimpin secara de facto di Myanmar.
Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing melakukan kudeta terhadap Pemerintahan Suu Kyi atas tuduhan telah melakukan penipuan atas hasil pemilu pada 8 November 2020 lalu, yang di menangkan oleh Partai NLD. Partai tersebut salah satunya di dirikan oleh Suu Kyi.
Komisi Pemilihan Umum Myanmar mengabaikan tuduhan mal-praktik dari Aung Hlaing tersebut.
“Sederhananya, Partai NLD memenangkan pemilu pada 2020. Ada kekhawatiran yang masuk akal kalau militer junta akan mengubah demonstrasi damai ini menjadi sebuah kerusuhan dan mengambil keuntungan dari ketidakstabilan yang terjadi,” kata Bo Kyi, asisten dari Tahanan Politik, sebuah kelompok HAM di Myanmar.
Thomas Andres, utusan khusus PBB untuk Myanmar, mengatakan sudah lebih dari 160 orang ditahan sejak militer Myanmar merebut kekuasaan dalam sebuah kudeta militer pekan lalu.
“Jenderal-jenderal itu sekarang berusaha melumpuhkan gerakan masyarakat Myanmar yang melawan dan membiarkan dunia dalam ketidakjelasan atas kondisi Myanmar dengan memutus akses internet. Kita harus berdiri bersama masyarakat Myanmar dalam jam-jam mereka yang berbahaya dan saat diperlukan,’ kata Andrews, Minggu, 7 Februari 2021.
Sumber: https://www.reuters.com/article/BigStory12/idUSKBN2A702Y