TEMPO.CO, Jakarta - Rumah sakit di Lebanon terancam bangkrut dipicu krisis keuangan negara sehingga dana rumah sakit tertahan.
Rumah sakit yang terkenal terbaik di kawasan Timur Tengah saat ini berupaya mendapatkan dana untuk menggaji staf, mempertahankan agar rumah sakit tetap beroperasi dan menerima pasien di tengah beratnya krisis keuangan negara dan pandemi corona.
Arab News, 23 Juli melaporkan, rumah sakit swasta sebagai mesin dalam sistem kesehatan Lebanon terancam ditutup. Alhasil, rumah sakit pemerintah akan dibanjiri pasien.
Berbagai rumah sakit dan dokter melaporkan kekurangan pasokan peralatan medis termasuk obat-obatan. Dengan listrik padam hampir setiap hari, membuat rumah sakit terpaksa membeli bahan bakar untuk generator.
"Situasi ini sungguh bencana, dan kami memperkirakan rubuh total jika pemerintah tidak segera muncul dengan rencana penyelamatan," kata Selim Abi Saleh, kepala Serikat Dokter di Lebanon utara, salah satu wilayah termiskin dan padat penduduk.
Pemutusan hubungan kerja pun semakin banyak terjadi demi menghemat dana. Rumah sakit tertua dan universitas kedokteran paling bergengsi di Lebanon, The American University Medical Center, memutus hubungan kerja ratusan stafnya pekan lalu akibat perekonomian negara yang parah.
Gaji para perawat juga dipotong akibat rumah sakit tidak dapat mengambil uangnya yang ada di rekening pemerintah.
Hampir sepertiga atau 15 ribu dokter di Lebanon telah merancang untuk pindah ke luar negeri, bahkan sudah ada yang berangkat. Menurut organisasi serikat dokter Lebanon, dokter yang akan berangkat sibuk mempersiapkan dokumen untuk dapat bekerja di luar negeri.
Di desa Majdalaiya, sebanyak 100 tempat tidur di rumah sakit Family Medical Center hampir semuanya kosong pekan lalu. Pemiliknya, ahli ongkologi Kayssar Mawad mengatakan, dia terpaksa menutup satu dari lima lantai bangunan rumah sakit demi menghemat biaya.
Kamar pasien hanya dihuni seorang bayi dan di lantai khusus pasien dewasa hanya ada 3 pasien. Salah satu di antaranya pasien berusia 83 tahun yang saat ini dalam pemulihan operasi jantung. Dia dapat menginap di rumah sakit setelah saudaranya yang tinggal di Jerman membayar biaya pengobatan.
Mawad bahkan menolak pasien dengan asuransi negara karena pemerintah telah berutang jutaan dollar AS kepadanya.
"Ini dalam situasi bertahan hidup atau mati. Ini tidak akan mampu bertahan," kata Mawad.
Krisis keuangan parah di Lebanon menimbulkan kenaikan angka penggangguran mencapai 30 persen dan hampir setengah dari populasi penduduk Lebanon yang 5 juta jiwa hidup dalam kemiskinan.
Sistem asuransi juga mengalami kesulitan pendanaan untuk menutupi biaya pasien ke rumah sakit. Selama bertahun-tahun dana asuransi negara gagal membayarkan dana pasien ke rumah sakit. Negara berutang kepada rumah sakit swasta mencapai US$ 1,3 miliar.
Menteri Kesehatan Lebanon, Hamad Hassan kepada The Associated Press hari Senin lalu mengatakan pemerintah berusaha mendukung rumah sakit yang saat ini berada dalam garis merah.
Namun dia mendesak rumah sakit untuk menjalankan perannya untuk melewati masa krisis keuangan. Rumah sakit di Lebanon telah berinvestasi selama 40 tahun sehingga menurutnya, para investor mampu mendukung Lebanon ke luar dari krisis.
"Rumah sakit telah berinvestasi di sektor ini selama 40 tahun Siapa saja yang sudah lama berinvestasi seharusnya berani untuk berinvestasi untuk enam bulan atau setahun guna membantu rakyatnya dan tidak menyerah pada mereka," kata Hassan.