TEMPO.CO, Beirut – Pemerintah Lebanon berencana meminjam dana Lembaga Moneter Internasional atau IMF akibat krisis ekonomi di tengah merebaknya wabah virus Corona.
Pemerintah Lebanon menyusun rencana penyelamatan ekonomi setelah terjadi kerugian besar di sektor keuangan, yang menjadi krisis terbesar sejak perang sipil 1975 – 90.
“Jika kami dapat dukungan IMF, dan ini akan membantu kami melewati masa ekonomi sulit, yang dapat berlangsung selama tiga hingga lima tahun,” kata Perdana Menteri Hassan Diab seperti dilansir Reuters pada Jumat, 1 Mei 2020.
Rencana penyelamatan ekonomi ini disusun dalam 53 lembar halaman dan menyatakan ekonomi dalam keadaan anjlok. “Paket penyelamatan keuangan internasional sangat dibutuhkan,” begitu salah satu poin dari dokumen penyelamatan ekonomi ini.
Diab merupakan seorang akademisi yang kurang terkenal sebelum menjabat sebagai Perdana Menteri Lebanon pada Januari 2020.
Dia diusung oleh kelompok Syiah Hizbullah, yang didukung Iran dan juga mendapat dukungan dari partai pendukung Presiden Michel Aoun.
“Jalan ke depan tidak akan mudah, tapi determinasi dan optimisme kita akan membantu,” kata Diab.
Lebanon mengalami masalah utang pemerintah, yang mengalami gagal bayar pada Maret 2020 untuk pertama kalinya.
Pemerintah juga menyatakan cadangan mata uang mencapai level rendah dan dibutuhkan untuk kegiatan impor yang vital.
Sedangkan nilai mata uang Lebanon mengalami penurunan nilai tukar hingga lebih dari 50 persen. Sedangkan para penabung mengalami kesulitan untuk mengambil deposito-nya sejak Oktober 2020. Ini memicu kerusuhan sosial berupa protes terhadap pemerintah.
Harga produk konsumer, yang kebanyakan impor, mengalami kenaikan hingga 50 persen lebih.
IMF dianggap sebagai jalan keluar satu-satunya bagi Lebanon untuk mendapatkan bantuan keuangan.
Namun, IMF telah mensyaratkan pemerintah Lebanon menerapkan reformasi yang telah tertunda lama sebelum bisa mendapatkan bantuan pinjaman uang pada saat ini.
Lebanon sedang mencari dukungan pendanaan eksternal lebih dari US$10 miliar atau sekitar Rp150 triliun. Ini merupakan tambahan dari dana sebesar US$11 miliar atau sekitar Rp165 triliun pada 2018, yang akan digunakan untuk pembangunan proyek infrastruktur. Dana ini bisa dicairkan jika pemerintah Lebanon melakukan reformasi ekonomi yang telah lama tertunda.