TEMPO.CO, Jakarta - Pandemi virus Corona yang memburuk, ekonomi yang terpuruk, serta masalah internal membuat Pemerintah Brazil was was. Mereka khawatir pemakzulan atau bahkan kudeta mengancam. Apalagi, sejumlah figur militer sudah memperingatkan bahwa instabilitas dalam negeri tak terhindarkan jika kondisi tidak membaik.
Merespon ancaman itu, Brazil mempertimbangkan keterlibatan militer yang lebih besar. Menurut anak Presiden Jair Bolsonaro sekaligus anggota kongres Brazil, Eduardo, keterlibatan militer yang lebih besar sudah pasti akan dilakukan. Dan, ia mengaku mendukung ide kediktatoran militer tersebut untuk menjaga stabilitas walaupun demokrasi bisa menjadi korban.
"Itu bukan opini lagi perihal apakah akan terjadi atau tidak, tetapi kapan akan terjadi," ujar Eduardo Bolsonaro sebagaimana dikutip dari New York Times, Rabu, 10 Juni 2020.
Diberitakan sebelumnya, Brazil menempati posisi kedua sebagai negara paling terdampak virus Corona di dunia. Per hari ini, ada 742 ribu kasus dan 38 ribu korban meninggal akibat virus Corona di Brazil. Adapun angka yang besar tersebut adalah imbas dari telatnya respon pemerintah Brazil. Bolsonaro sendiri meremehkan virus Corona dan menyamakannya dengan flu.
Makin tingginya angka kasus di Brazil tak ayal membuat situasi internal Pemerintah Brazil memanas. Sejumlah anak buah Bolsonaro mulai menentangnya. Gonta-ganti pejabat pun terjadi di mana Bolsonaro menyingkirkan penentang-penentangnya. Salah satunya mantan Menteri Kesehatan, Mandetta.
Mahkamah Agung tak ketinggalan 'ikut campur'. Mereka berkali-kali memperingatkan Bolsonaro soal pemerintahannya, termasuk memintanya untuk bersikap lebih transparan soal virus Corona. Bolsonaro merespon dengan meminta maaf soal tingginya angka kematian, namun mengatakan bahwa hal itu takdir semua orang.
Perkembangan terbaru, otoritas hukum mulai membidik keluarga Bolsonaro atas perkara penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan penyebaran berita bohong. Bolsonaro meresponnya dengan memperkuat peran militer di kabinetnya. Oleh berbagai kritikus, hal itu dimaknai sebagai ketakutan Bolsonaro atas kemungkinan kudeta atau pemakzulan.
Pendukung setia Bolsonaro, televangelis Silas Malafaia, yakin tidak akan terjadi penguatan militer secara berlebihan ataupun kudeta. Namun, ia menganggap Bolsonaro sah-sah saja bersiap atas kemungkinan terburuk. Bahkan, menurutnya, militer berhak bertindak jika lembaga hukum mencoba memakzulkan Bolsonaro.
"Itu namanya menjaga ketertiban ketika ada pelanggaran," ujar Malafaia sebagaimana dikutip dari New York Times.
Hal senada disampaikan oleh Penasehat Keamanan Nasional Bolsonaro, Augusto Heleno. Walau dia menyakini bahwa stabilitas nasional Brazil akan sulit ditebak ke depannya, dia yakin tak akan ada penguatan militer secara berlebihan di Pemerintahan Brazil. "Saya tidak mendukung adanya penggunaan militer untuk mempertahankan kekuasaan," ujar Heleno.
Sementara itu, mantan Menteri Hukum Sergio Moro menganggap bahwa Bolsonaro memang berniat memperkuat militer untuk mempertahankan kekuasaanya. Hal itu lah, kata ia, yang menciptakan ketidakstabilan di Brazil. "Brazil tidak seharusnya hidup dalam ancaman seperti itu," ujar Moro.
ISTMAN MP | NEW YORK TIMES